Jumat, 12 November 2010

APLIKASI METODE MONTESSORI

A. Pendahuluan
Montessori adalah salah satu tokoh yang menjadi referensi dalam dunia pendidikan anak usia dini. Tahun 1896, wanita yang lahir (1870) di Chiaravile, Italia ini menjadi Doktor wanita pertama yang mendapat gelar Doctor of Medicine.
Sebagai seorang dokter Montessori juga tertarik pada anak. Saat bekerja sebagai asisten klinik psikiatri di Universitas Roma dan bergaul dengan para perempuan dan anak ia menghadapi murid idiot, yang memiliki otak yang lemah, karena mereka tidak berfungsi baik di sekolah maupun di keluarganya, mereka dimasukkan ke dalam rumah sakit jiwa bersama para kriminal, hal ini menjadikannya sangat peka terhadap nasib anak-anak yang terkurung tidak dapat melakukan apa-apa dan tidak mendapat stimulasi sensori apapun. Ketika mereka diambilkan makanan, mereka akan bertiarap di lantai mencari remah-remah. Terpikir olehnya bahwa harus ada usaha yang berbeda untuk merubah prilaku mereka, ia kemudian mencoba belajar tentang dunia di sekitar mereka. Dari pekerjaanya yang berhubungan dengan anak-anak yang menyandang cacat mental, Montessori banyak menemukan ide dan gagasan untuk pendidikan anak normal.
Karya dan pemikirannya menjadi sumbangan yang sangat berharga, beberapa karyanya antara lain: Beberapa karya yang telah disumbangkan Montessori adalah: Il metodo della pedagogia scientifica (1909), Antropologia pedagogica (1910), Dr. Montessoris own handbook, 1914, L'autoeducazione nelle scuole elementarii (1916), The child in the church (1929), Il segreto dell'infanzia (1938), Formazione dell'Uomo (1949), The absorbent mind (1949; Bahasa Italia: La mente del bambino, 1952), L'Educazione e Pace (1949; 1972) dan De l'Enfant à l'Adolescent (1948).
Makalah ini dibuat untuk mengetahui aplikasi metode Montessori dengan menggunakan rujukan utama buku Montessori: Play and Learn; A Parent’s Guide to Purposeful Play From Two to Six, yang ditulis oleh Lesley Britton. Selain itu penulis juga menggunakan beberapa sumber sekunder untuk lebih memahami metode tersebut dan mencari padanannya dalam beberapa literatur Islam.

B. Memahami Karakter Anak
Pemikran Montessori sering dianggap pemikiran yang melampaui zamannya, sebelum memahami lebih jauh mengenai metode Montessori ada beberapa ide utama dari Montessori yang harus diperhatikan, yakni:
1. Untuk memfasilitasi perkembangan kepribadian yang unik dari anak
2. Untuk membantu bersosialisasi, menyesuaikan diri dengan baik secara emosional dan tumbuh sebagai anak yang kuat dan bahagia secara fisik.
3. Untuk membantu perkembangan kapasitas intelektual anak secara utuh.
Agar anak berkembang secara normal pada tahap perkembangan kedua di usia 6-12 tahun, maka ia harus berkembang dengan baik pada tahap sebelumnya, di 0-6 tahun. Cacat karakter yang dialami anak adalah akibat yang ditimbulkan dari kesalahan perlakuan yang dialami anak di awal-awal tahun kehidupannya. Karenanya orangtua dan guru sangat perlu memperhatikan karakter kepribadian anak yang tentu berbeda antara satu dengan lainnya.
C. Mengembangkan Kepribadian
Ide Montessori dikenal sebagai pembelajaran terpadu dan mempercayai bahwa pemahaman terbentuk dengan kontruksi anak, kreatifitas personal, partisipasi aktif dengan lingkungan dan aktualisasi diri. Dia mengidentifikasi beberapa perbedaan tahap-tahap perkembangan dan percaya bahwa kedewasaan seseorang tergantung dari kemajuan melalui setiap tahap yang memuaskan. Tahap tersebut ialah:
1. Selama tahap pertama (masa kanak-kanak), anak perlu dibuat untuk merasa aman dan menjalin hubungan yang menyenagkan dengan orangtua, pengasuh atau ibu penggantinya, oleh karena itu kebutuhan fisiknya harus dipenuhi.
2. Pada tahap berikutnya, anak perlu mengembangkan kebebasan. Dia selalu membutuhkan orangtua, khususnya ketika ia berusaha untuk melakukan sesuatu sendiri, karena jika dia-terlalu sering mengalami kegagalan, ia akan kehilangan kepercayaan diri dan mulai meragukan kemampuan dirinya sendiri. Montessori yakin bahwa pada usia 3 tahun, seorang anak telah meletakkan dasar-dasar kepribadiannya.
3. Pada tahap akhir berlangsung dari usia 3-6, sesuai dengan ”fase-dari pikiran yang mudah menyerap”, kepribadian anak akan menjadi lunak cukup untuk menjadi ”normal”, ini berarti bahwa dengan berhati-hati dan penanganan yang simpatik, ia akan menjadi dirinya sendiri dan dan akan tampak bahagia dan bermakna dalam dunianya.
Montessori memandang perkembangan anak usia dini sebagai suatu proses yang berkesinambungan. Ia juga memahami pendidikan sebagai aktivitas diri, mengarah pada pembentukan disiplin pribadi, kemandirian dan pengarahan diri. Tiga tahap ketaatan yang membawa anak kepada disiplin diri.
1. Tahap Pertama: 0 - 18 Bulan
Pada tahap ini anak belum mengerti tentang konsep ketaatan, namun anak sudah bisa diajarkan untuk konsisten dan sensitif untuk membina hubungan antara orangtua dan anak, yang penting adalah pemenuhan semua kebutuhan Anda dengan tenang dan penuh kasih.
2. Tahap Kedua: 18 bulan- 4 Tahun
Periode ini adalah masa transisi terkadang anak terlihat taat namun juga bisa sebaliknya, tergantung pada seberapa banyak anak mengerti. Kunci untuk periode ini adalah menciptakan suatu lingkungan yang kondusif sehingga ia dapat mengeksplorasi secara bebas tanpa harus terus-menerus mendengarkan kata ”tidak” dari orangtuanya. Untuk itu seyogyanya orangtua harus selalu meluangkan waktunya untuk menjelaskan segala sesuatu, supaya anak memiliki pemahaman untuk tumbuh, dan menghindari marah pada anak. Anak akan sangat peka untuk meminta, sehingga penting untuk membentuk rutinitas yang memberikan keamanan.
3. Tahap Tiga: 4 - 6 Tahun
Pemahaman anak meningkat pada periode ini, ia akan mengatakan keinginannya dan memahami apa yang dikatakannya. yang penting pada tahap ini adalah memberikan dia waktu untuk menyelesaikan kegiatan. Orangtua harus mengatur segala sesuatu sehingga tidak selalu harus bergegas membantu atau menghentikannya saat mengerjakan aktivitas seperti bermain atau sekedar cuci tangan. Kita tidak dapat mengharapkan seorang anak untuk belajar berkonsentrasi bila selalu menggangunya ditengah jalan. Penyelesaian tugas yang memuaskan merupakan bagian integral dari Metode Montessori untuk anak, inilah yang kemudian menjadi reward dalam dirinya sendiri dan mengarah ke kedisiplinan diri.
D. Peran Orangtua
Pada enam tahun anak memiliki karakteristik tersendiri, untuk itu ada beberapa aturan penting yang harus dimiliki orangtua:
1. Memungkinkan kebebasan dengan batasan yang telah ditentukan.
2. Menghormati karakter anak
3. Tidak memaksakan keinginan orangtua pada kepribadian anak.
Ada bebrapa peran orangtua yang paling penting, antara lain:
1. Peran Orangtua Dalam Proses Sosialisasi , yakni:
a. Jangan terlalu posessive pada anak karena akan menghambat minatnya untuk mengeksploitasi diri dan menemukan jati dirinya, anak yang over protected sangat cemas dan kurang orisinal dari temannya
b. Jangan menuntut anak terlalu tinggi, biarkan anak mencari orangtua saat ia butuh, bukan berarti orangtua harus mengurangi kehangatan pada anaknya atau tak memperdulikannya. Jika orangtua menunjukkan keinginan yang berlebihan maka anak akan mencari kasih sayang dari orang dewasa lain, seperti guru. Hal ini akan menyebabkan anak mungkin kurang percaya diri dan tidak mengembangkan kemampuan untuk berkonsentrasi dengan baik.
c. Jangan otoriter karena akan menyebabkan anak Anda untuk menjadi takut, bisa saja ia sementara terlihat patuh dan sopan. Padahal bukan ketaatan yang sebenarnya, ia melakukan apa yang diperintahkan untuk menghindari keributan. Dia akan menjadi baik atau berlawanan, memberontak, melawan, mengomel, menjadi agresif dan sulit diatur.
d. Jangan terlalu santai. Menjadi over-permissive, menghasilkan seorang anak yang cenderung menunjukkan perubahan suasana hati dari penuh percaya diri menjadi kurang percaya diri dan kesulitan mengembangkan pengendalian diri. Orangtua semestinya bersifat demokratis, melibatkan anak dalam pengambilan keputusan dan membiarkannya bebas untuk mengekspresikan ide-idenya dengan tetap memperhatikan kesiapan orangtua menghadapinya. Orangtua yang mendorong anaknya mengembangkan keterampilan dengan cara yang tepat dan rasa aman akan menjadikan anak mampu mengendalikan diri dan bahagia.
2. Peran Orangtua Dalam Mengembangkan Kapasitas Intelektual Anak
Secara umum definisi kecerdasan adalah kemampuan mempelajari keterampilan baru dan menggunakannya untuk beradaptasi dengan lingkungan dan budayanya. Karena setiap keterampilan memiliki nilai budaya, pandangan dan jenis kecerdasan yang berbeda, termasuk kemampuan untuk memperoleh pengetahuan dan mempelajari fakta-fakta, kemampuan untuk memecahkan masalah dan kemampuan untuk menggunakan informasi dengan cara yang kreatif.
Montessori menekankan beberapa cara penting bagi orang dewasa untu membantu anak-anak mengembangkan potensi itelektual secara penuh yang dapat disimpulkan praktis sebagai berikut:
a. Biarkan anak menjadi aktif, sehingga membuatnya belajar melalui eksplorasi indra terhadap dunia di sekelilingnya.
b. Kenali periode sensitif anak dan biarkan ia mengulang suatu aktivitas sampai ia menyempurnakannya.
c. Mengenali pentingnya motivasi dan bagaimana pengaruhnya terhadap belajar anak.

Sesungguhnya anak bisa belajar dengan permainan sederhana yang mendidik, tidak perlu mahal. Orangtua bisa memanfaatkan barang-barang yang ada untuk permainan anak, misalnya tanpa disadari saat ia menumpuk panci dan menyortirnya, itu merupakan elemen penting pada pembelajaran matematika awal, atau ia bisa membongkarnya kembali untuk mengetahui volume sebagai elemen lain dalam matematika awal. Secara praktis orangtua dapat melakukan hal-hal berikut:
a. Mendorong belajar secara mandiri.
Salah satu dari banyak manfaat dari metode Montessori adalah membentuk anak menjadi pembelajar independen. Cara mendorong anak belajar secara mandiri ini adalah dengan memungkinkan anak untuk melakukan kegiatan yang paling disukai dan menyelesaikannya, kemudian membiarkan ia menemukan sendiri kesalahannya. Orangtua seringkali tergoda untuk mengganggu dan memberi tahu anak bahwa ia telah melakukan kesalahan. Padahal jika orangtua membiasakan menunggu anak akan menemukan sendiri bagaimana cara melakukannya dengan benar. Kelas-kelas yang diajarkan Montessori memiliki apa yang disebut sebagai control of eror didalamnya yang berarti bahwa ada sesuatu yang memberikan anak petunjuk kepada jalan yang benar dalam melakukan kegiatan.
b. Orangtua bisa melakukannya di rumah.
Misalnya jika orangtua menginginkan anaknya dapat mengatur meja dengan benar, terlebih dahulu buatlah ia yakin memiliki jumlah pisau yang benar, hingga ia akan tahu bila ada pisau yang kurang, dan tahu dimana tempat untuk mengembalikan dan mencari di mana pisau yang hilang. Orangtua tidak perlu berkata ”Kamu salah!” agar ia terbiasa mendapatkan hal-hal benar yang dapat dilakukan oleh dirinya sendiri dan menjadi pelajar mandiri
c. Menjadi seorang model.
Anak akan memperoleh sebagian besar pembelajaran melalui menonton dan meniru orang dewasa atau anak-anak lain. Menyadari aspek pembelajaran ini, orangtua seharusnya mempertimbangkan dengan hati-hati cara berperilaku di depan anak. Sebagai contoh, anak yang sedang mengamati orangtua; agresif mungkin berpikir ini adalah normal dan bahwa tidak apa-apa apabila ia menjadi agresif juga. Di sisi lain, jika ia dibesarkan oleh orangtua yang selalu lembut dan ramah, dia cenderung meniru perilaku dan sadar mencoba untuk menirunya, selalu berusaha untuk melakukan hal-hal yang sangat lambat dan hati-hati sehingga ia dapat dengan mudah mencontoh orangtuany dan akhirnya belajar membuat keterampilan baru.
d. Bantulah anak Anda untuk belajar segala hal secara bertahap
Ketika bekerja dengan anak-anak dengan kebutuhan khusus, Montessori mengamati bahwa lebih mudah bagi mereka untuk mengetahui jika ia mengajarkan suatu hal pada suatu waktu dan memastikan bahwa mereka telah mencapai tujuan pertama sebelum bergerak ke tahap berikutnya. Dia juga melakukan pendekatan ini dengan anak-anak normal dan menemukan bahwa hal ini juga dapat diterapkan pada mereka. Untuk menunjukan anak pada sesuatu yang baru, pastikan bahwa jangan terlalu cepat untuk memberi petunjuk, dan buatlah petunjuk kecil agar ia dapat mengatasi masalah secara nyaman dengan dan berhasil.
e. Bantu anak Anda mengembangkan konsentrasi.
Jika orangtua dapat membantu anak mengembangkan konsentrasi pada usia dini itu berarti akan memberikan keterampilan yang akan bermanfaat bagi persiapan sekolah. Montessori menyarankan cara agar orangtua dapat mengembangkan konsentrasi adalah dengan selalu memastikan bahwa aktivitas apapun yang diberikan kepadanya sesuai dengan usia dan kemampuan anak. Anak-anak akan kehilangan minat ketika segala sesuatu terlihat terlalu sulit atau sebaliknya, terlalu mudah.
f. Mendorong sikap positif untuk belajar.
Jika orangtua memiliki sikap positif ketika ia berusaha untuk mempelajari sesuatu, ia akan termotivasi dan pada gilirannya ia akan menjadi positif juga.
g. Bantu dia mengembangkan keterampilan memori.
Ada beberapa jenis memori; ada anak yang dapat belajar lebih mudah dengan menghafal, ada juga memiliki visual yang baik, yang lain mungkin mempunyai pendengaran yang lebih baik, sementara ada juga yang mengingat dengan baik melalui gerakan. Montessori menyusun beberapa permainan untuk membantu visual dan memori auditori.
h. Mendorong pengembangan bahasa.
Montessori menulis banyak tentang pentingnya perkembangan bahasa selama enam tahun pertama kehidupan saat ia berada dalam periode sensitif. Beberapa penelitian telah menunjukan ketertarikan pada hubungan antara bahasa dan pembelajaran atau bahasa dan berpikir. Montessori termasuk pengagas teori yang menyatakan bahwa anak dilahirkan dengan kemampuan alami untuk berbahasa dan berkomunikasi, meingat keberadaanya sebagai manusia tentu memiliki struktur bawaan yang memungkinkan kita memahami suara dan kata-kata yang kita dengar. Sejak awal bayi sudah dapat berkomunikasi dengan orangtua terutama ibunya. Ia suka mendengar suara ibu, melihat wajah ibu dan memberi tanggapan dengan tersenyum. Yang harus dilakukan orangtua adalah mengajak anaknya berbicara, semakin orangtua terlibat dalam kegiatan bahasa dengan anak maka anak akan berbahasa lebih baik. Berbicara dengannya, memperlihatkan sesuatu, membacakannya cerita dapat membantu pendengarannya.
Sebagai orang tua, kita dituntut untuk bermain banyak peran dalam kehidupan anak. Pertama, Anda harus menciptakan lingkungan yang penuh kasih sehingga anak Anda tumbuh membentuk hubungan yang dekat dengan anggota keluarga. Hal ini akan membantu anak belajar memelihara hubungan dengan orang lain di luar keluarga. Kedua, orangtua harus memberikan perawatan harian untuk membuat anak yakin memiliki kehidupan yang sehat dan aman. Ketiga, membantu anak membentuk pribadi yang unik. Orangtua harus cukup fleksibel untuk tidak memaksakan kepribadiannya terhadap anak. Keempat adalah mendorong pengembangan kemerdekaan, mengizinkan kebebasan dengan batasan-batasan yang jelas untuk menunjukkan citra diri anak yang baik dan rasa aman. Kelima, Orangtua juga harus menciptakan lingkungan yang merangsang untuk belajar, dimulai sejak lahir dan terjadi paling mudah selama tahun-tahun awal. Keenam, Membantu anak membangun sebuah kehidupan batin yang kaya dan bermanfaat, dan terakhir ketujuh membantunya mengasimilasi budaya sendiri serta mengembangkan rasa hormat terhadap orang lain.
Berdasarkan bab Montessori Methode dalam buku Montessori: Play and Learn; A Parent’s Guide to Purposeful Play From Two to Six, ada beberapa hal yang jelas terlihat ditekankan dalam pemikiran Montessori, antara lain terkait dengan masalah:
1. Pentingnya memahami karakter dan tahap perkembangan anak
2. Memberikan kebebasan berekspresi yang disertai kesepakatan tentang batasan yang jelas
3. Mengajarkan anak tentang kepatuhan, kedisiplinan dan kemandirian
4. Memfasilitasi anak untuk belajar dan bermain sesuai tahap perkembangannya
5. Anak di usia 0-6 tahun berada dalam periode sensitif yang vital bagi perkembangan di kehidupan selanjutnya, karenanya pembelajaran keteladanan atau modeling sangat besar pengaruhnya bagi anak
Bila melihat beberapa poin di atas, sesungguhnya pemikiran Montessori tentang pendidikan anak tidak jauh berbeda dengan ajaran-ajaran yang dibawa oleh Islam. Pendidikan keteladanan misalnya, Ulwan mengungkapkan keteladanan dalam pendidikan merupakan metode yang berpengaruh dan terbukti paling berhasil dalam mempersiapkan dan membentuk aspek moral, spiritual dan etos sosial anak.
                 
Artinya: Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan Dia banyak menyebut Allah.(QS. Al-Ahzab: 21).
Begitu pula dengan kedisiplinan, Mushthafa menyebutkan bahwa aturan, tata tertib dan disiplin merupakan unsur-unsur yang dapat menjadi penyebab keunggulan anak.
Bicara tentang konsep reward dan punishment, Montessori tidak saja meniadakan paksaan tetapi juga hukuman dan ganjaran, hal ini menurut Dewantara karena dikhawatirkan anak berbuat karena mencari upah atau karena takut akan hukuman, terkait dengan ini banyak pakar pendidikan yang berbeda pendapat. Al-Ghazali sebagaimana yang diungkap Budaiwi mengikuti manhaj Nabi saw yang suka memuji sahabatnya guna memotivasi mereka, menegaskan bahwa apabila anak menampilkan akhlak terpuji dan perbuatan baik, selayaknya ia dihargai dan dibalas dengan sesuatu yang menyenangkan serta dipuji di hadapan orang lain. Menurut penulis kedua pendapat ini tidak perlu dipertentangkan, Islam pun tentu tidak mengizinkan jika hal tersebut berdampak buruk bagi anak.
Salah satu yang menarik dalam konsep Montessori menurut KH Dewantara adalah gagasan tentang latihan panca indera, menyempurnakan pekerjaan mata, telinga, hidung, lidah, kulit penting untuk memajukan pikiran anak-anak. Dalam montessorischool atau kelas-kelas yang menggunakan metode Montessori, meskipun anak bersama-sama dalam satu ruangan, tetapi masing-masing anak mengerjakan pekerjaannya masing-masing, ada yang menulis, menggambar atau berhitung seraya bermain. Guru tidak boleh memaksa anak ia hanya boleh memancing anak agar tertarik dengan pekerjaan lain. Sujiono memberi gambaran yang lebih jelas bagaiman mengimplementasikan konsep Montessori. Berdasarkan teorinya, Montessori membebaskan anak belajar menurut tempo, cara dan materi yang dipilihnya sendiri sesuai dengan taraf kemampuan dan minatnya. Menurutnya anak tidak perlu bersaing dengan anak lain atau dihambat kemajuannya agar sesuai dengan kelompok. Selain itu ia juga menjelaskan bahwa hanya dengan disiplin diri, seorang betul-betul bebas untuk belajar, bila anak-anak menguasai teknik dan materi belajar, bebas untuk berkreasi maka ia akan benar-benar menjadi imajinatif. Sebagai salah satu contoh, ketika mengajari anak membaca, bisa digantungkan kertas bertuliskan nama-nama benda, misalnya meletakkan kertas bertuliskan “jendela” tepat di bawah jendela, lama-lama anak akan melihat hubungan antara benda dan katanya.
Meskipun demikian metode Montessori juga tidak luput dari kritik karena tidak menekankan pada perkembangan bahasa dan sosial, program Montessori yang tradisional dianggap kurang menekankan pada pengembangan kreativitas, musik dan seni.
Terlepas dari pro dan kontra, Montessori berikut pemikirannya merupakan kontribusi besar bagi dunia pendidikan anak usia dini, bila dipadankan dengan ajaran Islam, banyak pemikiran Montessori yang sejalan dengan konsep pendidikan anak yang ditawarkan oleh Islam. Oleh karena itu metode Montessori dapat diaplikasikan dalam praktek pendidikan anak tanpa harus melanggar aturan ajaran yang ditetapkan Islam.


Penutup
Maria Montessori menekankan kemampuan menyerap anak di masa sensitif selama enam tahun pertama, karenanya peran orang tua tidak boleh diremehkan pada periode yang paling vital ini. Beberapa hal yang harus ditekankan adalah masalah pentingnya memahami karakter anak dan perkembangan anak, kedisiplinan, kepatuhan, kemandirian, bersikap demokratis, memberikan rasa nyaman dan menstimulus anak untuk belajar dan bermain.



















Daftar Pustaka

Britton, Lesley. Montessori: Play and Learn; A Parent’s Guide to Purposeful Play From Two to Six. New York: Crown Publisher, 1992.
Budaiwi, Ahmad Ali. Imbalan dan Hukuman: Pengaruhnya Bagi Pendidikan Anak. cet. ke-2. terj. Syihabuddin. Jakarta: Gema Insani Press, 2005.
Dewantara, K.H. Pendidikan. cet. ke-3. Yogyakarta: Majelis Luhur Persatuan Taman Siswa, 2004.
Montessori, Maria. Absorbent Mind. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2008.
Musthafa, Fuhaim. Manhaj Pendidikan Anak Muslim. terj. Abdillah dkk Jakarta: Mustaqiim, 2004.
Patmonodewo, Soemiarti. Pendidikan Anak Pra-Sekolah. cet. ke-2. Jakarta: Rineka Cipta, 2003.
Sujiono, Nurani Yuliani. Konsep Dasar Pendidikan Anak Usia Dini. Jakarta: Indeks, 2009.
Ulwan, Abdullah Nasih. Pendidikan Anak dalam Islam Jilid II. cet. ke-3. terj. Jamaludin Jakarta: Pustaka Amani, 2007.
Wikipedia Indonesia, “Maria Montessori” (http://id.wikipedia.org), dalam Google.co.id. diakses tanggal 21 Maret 2010.

Kamis, 25 Maret 2010

guru profesional

SUDAHKAH KAMU MENJADI GURU YANG PROFESIONAL?

Tahukah kamu apa yang disebut dengan profesional itu? Kata “profesional” berasal dari kata sifat yang berarti pencaharian dan sebagai kata benda yang berarti orang yang mempunyai keahlian seperti guru, dokter, hakim, dan sebagainya. Dengan kata lain pekerjaan yang bersifat profesional adalah pekerjaan yang hanya dapat dilakukan oleh mereka yang khusus dipersiapkan untuk itu dan bukan pekerjaan yang dilakukan oleh mereka yang tidak dapat karena tidak dapat memperoleh pekerjaan lain.( Dr.Nana Sudjana, 1988). Dengan bertitik tolak pengertian ini, maka pengertian guru profesional adalah orang yang memiliki keahlian dan kemampuan khusus dalam bidang-bidang keguruan sehingga ia mampu melakukan tugas dan fungsinya sebagai guru dengan kemampuan maksimal. Atau dengan kata lain, guru professional adalah orang yang terdidik dan terlatih dengan baik serta memiliki pengalaman yang kaya dibidangnya, (Agus F. Tamyong).
Sosok Guru adalah orang yang identik dengan pihak yang memiliki tugas dan tanggung jawab membentuk karakter generasi bangsa. Ditangan para Gurulah tunas-tunas bangsa ini terbentuk sikap dan moralitasnya sehingga memberikan yang terbaik untuk anak negeri dimasa datang. Dengan demikian, sebagai tenaga pendidik sudah sewajarnya menanggung keberhasilan out put pendidikan. Akan tetapi kenapa, sampai sekarang masih banyak guru sebagai sosok pendidik yang masih belum paham bagaimana seharusnya menjadi guru yang professional?
Menjadi guru tidaklah mudah, karena keberhasilan generasi bangsa dalam membaca perkembangan zaman dan kemajuan teknologi ada ditangan guru. Tahukah kamu sampai hari ini masih banyak pendidikan yang menjadi momok bagi peserta didik, karena apa? Karena disebabkan tidak relevannya antara metode pembelajaran yang dilaksanakan dengan pengevaluasian hasil belajarnya. Masih banyak pendidik yang tidak bisa melakukan evaluasi dengan baik, ini bisa dilihat dari nilai hasil ujian semester dimana disaat proses belajar berlangsung banyak peserta didik yang aktif dan kreatif sehingga terwujud pembelajaran yang efektif dan inovatif. Akan tetapi di akhir penilaian terkadang ada siswa yang mendapat nilai yang lebih rendah dari siswa yang hanya biasa pasif di kelas. Banyak siswa yang bertanya-tanya apa yang membuat nilainya lebih rendah dari siswa yang hanya pasif di dalam kelas?
Dari sini perlu kita ketahui bersama bahwasannya seorang guru mempunyai tanggung jawab yang besar dan sangat diharapkan keprofesionalannya.

1. Lingkaran Tugas Guru dalam Pembelajaran
Perlu kita ketahui mengajar adalah suatu usaha yang sangat kompleks, sehingga sukar untuk menentukan bagaimanakah sebenarnya mengajar yang baik. Ada guru yang mengajar baik di Taman Kanak-Kanak akan tetapi manemui kegagalan di kelas-kelas tinggi SD atau MI, dan sebaliknya ada Guru besar yang mengajar kepada mahasiswa akan tetapi tidak sanggup menghadapi murid-murid di kelas rendah rendah SD.
Walaupun demikian diberikan beberapa prinsip yang berlaku umum untuk semua Guru yang baik, adalah:
1. Guru yang baik memahami dan menghormati murid.
Mengajar adalah hubungan antar- manusia . Guru sebagai manusia menghadapi murid sebagai manusia pula dan bukan sebagai tong kosong atau sebagai makhluk yang lebih rendah dari dirinya. Anak adalah manusia penuh yang berhak atas perlakuan hormat dari Guru, agar kelak menjadi warga Negara dewasa yang dihormati dan menghormati orang lain. Guru yang otoriter dan bersifat diktator biasanya memerintah anak dan tidak menghormati atau mengakui kesanggupannya untuk berfikir dan mengambil keputusannya sendiri. Sedangkan Guru yang demokratis akan lebih banyak membicarakan dan mempertimbangkan sesuatu dengan anak.
2. Guru yang baik harus menghormati bahan pelajaran yang diberikannya.
Seorang Guru harus menguasai bahan pelajaran itu sepenuhnya jangan hanya mengenal isi buku pelajaran itu saja, melainkan juga menyukainya serta mengetahui pemakaian dan manfaatannya bagi kehidupan anak dan manusia umumnya.
3. Guru yang baik menyesuaikan metode mengajar dengan bahan pelajaran.
Dalam penyampaian pelajaran banyk macamnya metode-metode yang digunakan oleh para guru. Oleh karena itu, sebagai seorang guru harus bisa memilih metode yang tepat dalam menyampaikan pelajarannya.
4. Guru yang baik menyesuaikan bahan pelajaran dengan kesanggupan individu.
Kesanggupan anak-anak dalam berbagai hal berbeda-beda. Biasaya guru mencoba menyesuaikan pelajaran dengan kesanggupan rata-rata didalam kelas itu, sehingga perkembangan anak-anak akan seimbang antara anak yang pandai dan yang kurang pandai. Olek karena itu, menyesuaikan pelajaran dengan kesanggupan individual, berarti bahwa yang harus diperhatikan bukan hanya anak-anak lambat, tetapi juga anak-anak yang pandai, sehingga anak berkembang sesuai dengan kecepatan dan bakat masing-masing.
5. Guru yang baik mengaktifkan murid dalam hal belajar
“Learning by doing” kata Dewey. Sesuatu yang lebih berhasil kita pelajari dan kita melakukannya, apakah itu menari, menulis, main bulu tangkis, kewarganegaraan, matematika dan sebagainya. Hasil pelajaran membaca akan lebih baik lagi kalau kita mendiskusikannya dengan teman-teman lain. Karena, dengan kita berdiskusi maka akan keluar ilmu-ilmu baru karena adanya saling bertukar pikiran dan sebagainya.

6. Guru yang baik memberi pengertian dan bukan hanya kata-kata belaka.
Salah satu penyakit yang terbesar disekolah adalah verbalisme, yakni anak mengenal kata-kata akan tetapi tidak menyelami artinya, anak dapat mengatakan pelajaran diluar kepala, akan tetapi tidak memahami isinya. Kata-kata hanya ssebagai lambing untuk sesuatu dan hanya berguna bila diketahui isi atau artinya. Isi diperoleh antara lain dari benda itu sendiri, yakni berkat pengalaman dengan benda itu, jadi urutannya adalah: benda – pengertian – kata-kata. Kalau hanya kita beri kata-katanya, maka kita lampaui dua kangkah,. Tetapi jangan pula kita tidak penting, karena pengalaman apapun yang diberikan kepada anak, akhirnya dirumuskan dengan kata-kata.
7. Guru menghubungkan pelajaran dengan kebutuhan murid.
Dapat kita terima bahwa cara yang sebaik-baiknya ialah kalau anak itu belajarnya karena dorongan dari diri sendiri karena keyakinan akan faedah suatu pelajaran baginya. Ini hanya mungkin kalau pelajaran disesuaikan dengan kebutuhan yang anak. Contoh anak akan lebih rajin membaca kalau ia mengetahui, bahwa dengan kecakapan membaca ia dapat mengetahui isi macam-macam buku, majalah dan sebagainya.
8. Guru mempunyai tujuan tertentu dengan tiap pelajaran yang diberikannya.
Ada tujuan jangka panjang, yakni yang diteapkan oleh Negara dalam Undang-Undang pokok pendidikan yang harus selalu terbayang di depan guru. Pendidikan mempunyai tujuan dengan pendidikan ini kita ingin “membentuk” manusia tetentu yang dapat menyumbangkan tenaga yang sebaik-baiknya untuk kebahagiaan sesamanya dan negaranya. Membawa anak-anak kearah tujuan umum itu termasuk tanggung jawab guru sebagai pendidik. Dengan mendidik anak serupa itu dapat dicapai sekaligus akan tetapi harus melalui langkah-langkah tertentu yakni tujuan khusus. Setiap pelajaran turut mencapai tujuan khusus ini. Makin jelas tujuan itu makin bermanfaat pula pelajaran itu. Pelajaran itu bukanlah tujuan akan tetapi alat guna dicita-citakan oleh bangsa dan Negara.

9. Guru Jangan terikat oleh satu buku pelajaran (tex book).
Tujuan mengajar bukanlah mengusahakan agar murid-murid menguasai suatu texbook. Textbook bersifat umum dan harus lagi disesuaikan dengan kebutuhan anak-anak di kelas tertentu di daerah dan tempat tertentu. Texbook mengikat pribadi guru dan mengekang kebebasannya untuk mencari bahan-bahan dan metode lain yang dianggapnya lebih baik.
Guru yang baik (professional) mengenal kelemahan-kelemahan textbook dan sanggup melepaskan diri dari kekuasaan dan belenggu textbook itu dengan mencari bahan bacaan lain. Untuk itu seorang guru yang professional harus bisa menilai buku pelajaran dan sanggup melepaskan diri dari kekuasaan buku itu.
10. Guru yang baik tidak hanya mengajar dalam arti menyampaikan pengetahuan saja kepada murid melainkan senantiasa mengembangkan pribadi anak.
Terlampau sering dianggap, bahwa sekolah itu gudang ilmu. Guru memberi ilmu dan anak ke sekolah untuk menjadi pandai, artinya memikli banyak pengetahuan. Tak ada keberatan, siapapun anak itu, menerima pendidikan intelektual. Akan tetapi yang tidak disetujui adalah bila kita semata-mata memberi pendidikan intelektual dengan mengaburkan segi-segi lainnya. Ini menimbulkan bahaya intelektualisme. Untuk memperoleh pendidikan yang harmonis kita harus memperhatikan aspek-aspek sosial, emosional, estetis, dan etis. Anak harus belajar dapat hidup dalam masyarakat gotong royong dan harus bekerja sama dengan orang lain yang berlainan dengan dirinya tentang pendirian, agama, suku, bangsa, jenis kelamin, dan sebagainya.
Diatas telah disebutkan sepuluh syarat bagi guru yang baik. Masing-masing dapat menambahkan dengan sejumlah syarat-syarat yang lain, menurut pendapat masing-masing tentang guru yang dicita-citakan. Dengan adanya bebagai macam metode-metode yang sesuai dengan kebutuhan siswa yang dipakai oleh para guru maka akan lebih mudah tercapainya tujuan pembelajaran yang efektif sesuai dengan tujuan pendidikan. Oleh karena itu, kita sebagai calon pendidik perlu kita pahami etika profesional guru khususnya guru MI. kita harus bisa mengetahui kebutuhan peserta didik dan kita bisa mengembangkan bakat peserta didik tersebut.
Seorang guru itu haruslah menyiapkan rancangan instruksional pembelajaran agar suasana dan gaya belajar menyenangkan. Untuk menjadikan suasana pembelajaran menjadi menyenangkan dan tidak menjadi momok dalam belajar, dengan kata lain yaitu Pendidikan Aktif Inovatif Kreatif Efektif Menyenangkan Gembira dan Berbobot (PAIKEM GEMBROT). Apabila seorang guru sudah bisa melakukan metode pembelajaran yang seperti itu sudah pastilah siswa lebih rileks dan lebih semangat dalam mempelajari materi-materi dan memahami materi-materi tersebut. Untuk itu kita sebagai seorang pendidik haruslah tahu akan bedanya profesional dan profesi. Sehingga apabila kita tahu pebedaan itu kita pasti akan tahu apa tanggung jawab sebagai guru dan apa saja yang harus dilakukan dalam mensukseskan pendidikan dalam Negeri ini. Jangan menjadi guru yang hanya mengharapkan tunjangan dari Pemerintah dan mengisi absen hanya sekedar syarat mendapatkan gaji saja.

otak kanan dan otak kiri

OTAK KANAN DAN OTAK KIRI SERTA ALAM BAWAH SADAR

Kita semua tahu bahwa otak kita terdiri dari otak kanan dan otak kiri, adapun cara kerja dan memorinya, serta fungsinya juga berdeda. Pada otak bagian kananlah terdapat apa yang disebut “inner mind” (pikiran paling dalam) yang juga disebut “pikiran alam bawah sadar” (subconscious mind) atau “super sadar” (super conscious mind). Ada yang menyebutkan bahwa inilah yang sering disebut “roh” (spirit) dari manusia. Alam bawah sadar tidak pernah istirahat atau berhenti bekerja dalam kondisi apapun. Adapun otak kiri atau pikiran obyektif akan istirahat ketika seseorang beristirahat tidur karena otak kiri bekerja melalui panca indra. Dan otak bawah sadar (bagian kanan) memiliki kemampuan yang sering disebut kemampuan “indra keenam”. Dengan kata lain setiap manusia memiliki indra keenam sejak lahir. Hanya saja sebagian besar manusia tidak tahu bagaimana mengaktifkannya. Selain itu, ternyata pikiran anda juga dapat meningkatkan kesuksesan, kebahagiaan, kekayaan dan kesehatan. Hal lain yang tidak kalah serunya adalah bahwa anda dapat menggunakan pikiran anda untuk mempengaruhi orang lain dari jarak jauh tanpa disadari oleh orang tersebut.
Bahkan pikiran anda dapat “melihat” apa yang terjadi pada masa lalu. Mengapa? Karena alam bawah sadar anda merekam semua peristiwa terjadi pada masa lampau. Kedengaran tidak masuk akal bukan? Nanti anda akan dapati bahwa apa yang kami sampaikan sudah dibuktikan secara ilmiah. Ternyata apa yang disebut “iman” atau “percaya” itu sangat erat kaitannya dengan fungsi “otak kanan” manusia di mana terdapat alam bawah sadar, yang sanggup mengerjakan apa saja yang anda percayai. Pikiran bawah sadar anda tidak pernah meragukan atau mempertanyakan berita yang dia terima, karena dia sifatnya irrasional dan tidak logis. Jika anda “percaya” bahwa anda dapat melakukan sesuatu yang luar biasa, keyakinan itu akan terekam dan itu yang akan selalu muncul sekalipun anda tidak sadari dan dia akan mengerjakan untuk anda apa yang anda inginkan.

Selasa, 16 Maret 2010

Gender Menurut Islam Dalam Persepektif Klasik dan Modern

Gender Menurut Islam Dalam Perspektif Klasik dan Modern

Islam adalah sistem kehidupan yang mengantarkan manusia untuk memahami realitas kehidupan. Islam juga merupakan tatanan global yang diturunkan Allah sebagai Rahmatan Lil-’alamin. Sehingga – sebuah konsekuensi logis – bila penciptaan Allah atas makhluk-Nya – laki-laki dan perempuan – memiliki missi sebagai khalifatullah fil ardh, yang memiliki kewajiban untuk menyelamatkan dan memakmurkan alam, sampai pada suatu kesadaran akan tujuan menyelamatkan peradaban kemanusiaan. Dengan demikian, wanita dalam Islam memiliki peran yang konprehensif dan kesetaraan harkat sebagai hamba Allah serta mengemban amanah yang sama dengan laki-laki.
Berangkat dari posisi di atas, muslimah memiliki peran yang sangat strategis dalam mendidik ummat, memperbaiki masyarakat dan membangun peradaban, sebagaimana yang telah dilakukan oleh shahabiyah dalam mengantarkan masyarakat yang hidup di zamannya pada satu keunggulan peradaban. Mereka berperan dalam masyarakatnya dengan azzam yang tinggi untuk mengoptimalkan seluruh potensi yang ada pada diri mereka, sehingga kita tidak menemukan satu sisipun dari seluruh aspek kehidupan mereka terabaikan. Mereka berperan dalam setiap waktu, ruang dan tataran kehidupan mereka.
Kesadaran para shahabiyat untuk berperan aktif dalam dinamika kehidupan masyarakat terbangun dari pemahaman mereka tentang syumuliyyatul islam, sebagai buah dari proses tarbiyah bersama Rasulullah SAW. Islam yang mereka pahami dalam dimensinya yang utuh sebagai way of life, membangkitkan kesadaran akan amanah untuk menegakkan risalah itu sebagai sokoguru perdaban dunia.
Dalam perjalanannya, terjadi pergeseran pemahaman Islam para muslimah yang berdampak pada apresiasi mereka terhadap terhadap nilai-nilai Islam – khususnya terkait masalah kedudukan dan peran wanita – sedemikian hingga mereka meragukan keabsahan normatif nilai-nilai tersebut. Hal muncul disebabkan ‘jauhnya’ ummat ini secara umum dari Al Qur’an dan Sunnah. Disamping itu, di sisi lain pergerakan feminis dengan konsep gendernya menawarkan berbagai ‘prospek’ – lewat manuvernya secara teoritis maupun praktis – tanpa ummat ini memiliki kemampuan yang memadai untuk mengantisipasi sehingga sepintas mereka tampil menjadi problem solver berbagai permasalahan wanita yang berkembang. Pada gilirannya konsep gender – kemudian cenderung diterima bulat-bulat olehkalangan muslimah tanpa ada penelaahan kritis tentang hakekat dan implikasinya.
Paradigma Islam dan Feminisme
Apakah Islam mengenal istilah gender – baik dalam perspektif klasik dan modern? Ini adalah pertanyaan yang sangat mendasar. Untuk tidak memunculkan kesalahan dan kerancuan dalam paradigma berpikir, agaknya perlu dijelaskan masalah ini – dengan memaparkan metodologi Islam dan feminisme – agar interpretasi kita para muslimah dalam memahami wacana tentang peran perempuan tetap berada dalam koridor konsepsi Islam yang utuh.
Metodologi Feminisme (Gender)
Kelemahan paling mendasar dari teori feminisme adalah kecenderungan artifisialnya pada filsafat modern. Pemikiran modern memiliki logika tersendiri dalam memandang realitas. Filsafat modern membagi realitas dalam posisi dikotomis subyek–obyek, dimana rasionalisme dan empirisme merajai pandangan dikotomis atas realitas, dimana laki-laki (subyek) dan perempuan (obyek) dan hubungan diantara keduanya adalah hubungan subyek–obyek (yang satu mensubordinasi yang lain). Dalam pandangan feminisme modern, deskripsi atas realitas seksual hanyalah patriarkal atau matriarkal. Kelemahan dari dikotomis ini menjadi mendasar karena dalam teori feminisme modern, realitas menjadi tersimplikasi ke dalam sistem patriarki. Hal ini kemudian didekontsruksi oleh era post–modernisme dengan post–strukturalisme. Post–strukturalisme membongkar dikotomi subyek–obyek atau ketunggalan kebenaran subyek tertentu. Sehingga realitas seksualpun tidak lagi dipandang hanya dalam dikotomi yang demikian, tetapi dipandang sebagai bentuk pluralitas dengan kesejajaran kedudukan dan masing- masing memiliki nilai kebenarannya sendiri.
Kelemahan lain adalah alat filsafat modern itu sendiri, yaitu rasionalisme dan imperialisme. Dengan rasionalismenya, modernisme mengandalkan bangunan utama subyektif manusia adalah rasionya, dan mambalut kekuatan subyektif dalam keutamaan rasionya. Sedangkan empirisme mengutamakan pengalaman inderawi dan materi sebagai ukuran kebenaran. Feminisme tidak terlepas dari kelemahan ini pula sehingga baik dalam teori maupun gerakan feminisme mau tidak mau menempatkan diri dalam kategorisasi alat modernisme yaitu rasionalisme dan empirisme.
Metodologi Islam
Jika feminisme mendasarkan teorinya pada pandangan atas realitas yang didikotomi atas realitas seksual (patriarkal), sebagaimana liberalisme atas realitas manusia (individu) dan sosialis atas realitas manusia (masyarakat), maka didalam Islam pandangan atas realitas bukan semata-mata tidak ada dikotomi (sebagaimana post– strukturalisme), sehingga setiap bagian tertentu memiliki nilai kebenaran sendiri. Di dalam Islam, nilai kebenaran dalam pandangan post–strukturalisme adalah nilai kebenaran relatif, sementara tetap ada yang mutlak. Sehingga andaipun ada dikotomi atas subyek–obyek, maka subyek itu adalah Sang Pencipta yang memiliki nilai kebenaran mutlak, sedangkan obyeknya adalah makhluk seluruhnya yang hanya dapat mewartakan sebagian dari kebenaran mutlak yang dimiliki-Nya.
Dengan demikian dalam Islam, hubungan manusia dengan manusia lain maupun hubungan manusia dengan makhluk lain adalah hubungan antar obyek. Jika ada kelebihan manusia dari makhluk lainnya maka ini adalah kelebihan yang potensial saja sifatnya untuk dipersiapkan bagi tugas dan fungsi kemanusiaan sebagai hamba (sama seperti jin, QS 51:56) dan khalifatullah (khusus manusia QS 2:30). Kelebihan yang disyaratkan sebagai kelebihan pengetahuan (konseptual) menempatkan manusia untuk memiliki kemampuan yang lebih tinggi dari obyek makhluk lain dihadapan Allah. Akan tetapi kelebihan potensial ini bisa saja menjadi tidak berarti ketika tidak digunakan sesuai fungsinya atau bahkan menempatkan manusia lebih rendah dari makhluk yang lain (QS 7:179).
Realitas kemanusiaan juga demikian, dia tidak didasarkan oleh kelebihan satu obyek atas obyek yang lain, berupa jenis kelamin tertentu atau bangsa tertentu. Perubahan kedudukan hanya dimungkinkaan oleh kualifikasi tertentu yang disebut dengan taqwa (QS 49:13). Dengan demikian, dikotomi subyek–obyek di dalam Islam tidak sesederhana pandangaan feminisme modern, yaitu dalam sistem patriarkal maupun matriarkal. Kualifikasi yang terikat pada subyek tertinggi yaitu Allah adalah kualifikasi yang melintasi batas jenis kelamin, kelas sosial ekonomi, bangsa dan sebagainya. Dengan demikian kategori-kategori kelebihan subyek atau kelebihbenaran dalam Islam tidak berdasarkan rasionalisme dan empirisme, namun kategorisasi yang melibatkan dimensi lain yaitu wahyu.
Secara normatif, pemihakan wahyu atas kesetaraan kemanusiaan laki- laki dan perempuan dinyatakan di dalam Al Qur’an surat 9:71. Kelebihan tertentu laki-laki atas perempuan dieksplisitkan Al Qur’an dalam kerangka yang konteksual (QS4:34). Sehingga tidak kemudian menjadikan yang satu adalah subordinat yang lain. Dalam kerangka yang normatif inilah nilai ideal universal wahyu relevan dalam setiap ruang dan waktu. Sedangkan dalam kerangka konstektual, wahyu mesti dipahami lengkap dengan latar belakang konteksnya (asbabun nuzul-nya) yang oleh Ali Ashgar Engineer disebut terformulasi dalam bahasa hukum (syari’at).
Syari’at adalah suatu wujud formal wahyu dalam kehidupan manusia yang menjadi ruh kehidupan masyarakat. Antara wahyu (normatif) dengan masyarakat (konteks) selalu ada hubungan dinamis sebagaimana Al Qur’an itu sendiri turun dengan tidak mengabaikan realitas masyarakat, tetapi dengan cara berangsur dan bertahap. Dengan proses yang demikian idealitas Islam adalah idealitas yang realistis bukan elitis atau utopis karena jauhnya dari realitas konteks.
Dari kedua metodologi diatas, jelas bagi kita bahwa feminisme dengan konsep gendernya tidak ada dalam
Islam. Namun kita dituntut untuk mampu menjelaskan peran muslimah itu sendiri dengan paradigma Islam (syumul dan komprehensif). Inilah tugas kita sebagai muslimah.
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu bersaudara”
Nursanita Nasution, SE, ME*
[*penulis adalah Ketua Departemen bidang Kewanitaan DPP PK. Tulisan ini disampaikan dalam Seminar Sepuluh Tahun Pesantren Putri Pondok Modern Gontor pada 26 Juli 2000]

Filed under: Perang Pemikiran | Tagged: Feminisme, Filsafat, Gender, Metodologi Islam, Modernisme

PEMAHAMAN SIKAP ADIL GENDER DALAM ISLAM
Oleh: Trias Setyawati
Pemahaman ajaran tekstual Islam dalam masyarakat masih sangat terbatas. Sedang dari sisi perilaku, banyak umat Islam yang menjalankan ajaran Islam sebagai sesuatu yang bersifat pribadi, tidak ada pengaruhnya secara sosial dalam masyarakat. Hal seperti ini mungkin juga akan sama ketika kita membahas tentang masalah gender. Dalam Muhammadiyah misal;nya, sudah banyak sekali pembahasan mengenai peran wanita, kemajuan perempuan, kesejahteraan keluarga. Tetapio ketika muncul wacana untuk menjadikan perempuan sebagai pemimpin dalam tubuh PP Muhammadiyah, hal itu menjadi permasalahan yang sangat serius dibahas sampai tingkat muktamar.
Sementara dalam kelompok wanita sendiri sebenarnya ada dua kubu, pertama; ada perempuan yang ingin berbicara dengan jelas menunjukkan jati dirinya. Dan kedua, ada kelompok perempuan yang tidak ingin menunjukkan dirinya.
Dalam konteks keluarga, dalam masyarakat kita, secara tekstual, sebenarnya tidak ada kebijakan-kebijakan (policy) yang menghambat kemajuan perempuan. Di kalangan umat Islam kita, wanita yang sudah maju justru mengalami kesulitan ketika ingin mencari pasangan hidup. Orang masih banyak berpola pikir laki-laki seharusnya maskulin dsan perempuan seharusnya feminim. Pandangan seperti ini tidaklah selamanya benar dan diperlukan adanya usaha untuk mentranformasikan diri dan sosial untuk merubah pemahaman seperti ini.
Dalam rumahtangga muslim, pemahaman seperti ini tampaknya merupakan akibat dari adanya nasehat perkawinan yang terlalu tekstual, padahal dalam realitas permasalahan yang seringkali terjadi dalam keluarga tidaklah sesederhana seperti yang dikontektualkan itu.
Dalam pengalaman saya, kekerasan itu justru sudah diajarkan sejak dari rumah. Misalnya kekeliruan pemahaman orangtua tentang anak yang baik itu yang bagaimana. Menerut orangtua, anak yang baiak adalah anak yang ketika belajar dia duduk, tidak kemana-mana. Hal seperti itu jika tidak dilakukan oleh si anak maka dia dicubit, dimarahi dan sebagainya. Dari hal ini terlihat bahwa kekerasan merupakan hal yang sudah diajarkan sejak dini dari rumah.
Peranan orangtua di Indonesia terlaludominan dan otoriter. Orangtua sering kali menuntut, menghukum anak. Orangtua belum mempunyai sikap adil terhadap anak. Dan hal ini merupakan kenyataan di banyak keluarga Indonesia yang kabanyakan muslim.
Kekerasan terhadap anak secara psikologis, fisik, ekonomi banyak sekali terjadi dalam masyarakat Indonesia. Kesadaran untuk mengambil keputusan yang adil gender dalam keluarga adalah hal yang tidak mudah. Namun ada hal yang perlu diperhatikan tentang sikap adil gender terhadap anak. Tidak selamanya keluarga muda yang menerapkan demokratisasi dalam setiap aspek terhadap anak dapat dibenarkan. Dalam hal-hal tertentu, seperti aqidah, kepercayaan, seharusnya anak mendapat penekanan dari orangtua. Karena dalam beberapa aspek, anak belum mampu diberi kebebasan untuk diserahi tanggungjawab untuk mengambil keputusan sendiri. Dalam kasus-kasus tertentu ini diperlukan indoktrinasi dari orangtua.
Setelah selesai dipaparkan penjelasan tentang permasalahan gender dalam keluarga, forum dilanjutkan dengan diskusi. Pertnyaan pertama diajukan oleh Ibu Rita; "Dalam penjelasan Ibu tadi, kekerasan memang sudah muncul dari rumah. Kira-kira apa yang melatarbelakangi para ibu dalam rumahtangga itu sehingga mereka terlalu memaksakan kepada anak, apakah karen afaktor pendidikan, budaya, ataukah karena kesombongan individu orangtua atau pemahaman keagamaan atau karena faktor lain?" Pertanyaan ini dijawab olah Ibu Trias Setyawati; Nilai-nilai yang dianut dalam maswyarakat seperti anak yang ideal, orangtua yang ideal itu belum berubah. Untuk mentranformasikan pemahaman seperti itu bukanlah suatu hal yang mudah. Untuk merubah mainset itu diperlukan kesadaran dari orangtua. Orangtua harus harus bisa membangun kesadaran untuk lebih bisa menghargai, termasuk juga kepada anak. Salah satu bentuk kesadaran itu adalah untuk mengakui keterbatasan dan kekurang pengetahuan orangtua. Sebenarnya orangtua itu juga tahu bahwa mereka harus egaliter, tetapi ketika situasi tidak memungkinkan (misalkan banyak tagihan yang harus dibayar) seringkali orangtua akan sangat otoriter dan bisa memicu kekerasan."
Bapak Edi S. mengajukan pertanyaan; "Gerakan kesejajaran gender di Barat dan di Indonesia, menghasilkan output yang berbeda. Di Indonesia gerakan ini bersinggungan dengan budaya yang memang sejak awal lebih bermuatan bias gender. Dari faktor-faktor yang mempengaruhi kemunculan bias gender dalam keluarga, unsur yang paling dominan mempengaruhi kemunculan hal itu dimana? Dari banyak faktor itu kita harus mulai darimana untuk mengurangi bias gender ini? Ketika terjadi bias gender, apakah pengaruh pemahaman agama juga berpengaruh?'. Dijawab oleh Bapak Trias Setyawati; "Perempuan dalam keluarga, terdapat tiga pilihan; menjadi superwoman, wanita yang melakukan sosialisasi di rumah dengan anggota keluarga dengan mengurangi kadar idealitas perempuan secara tradisional, perempuan yang di kantor dan di rumah susah. Dari ketiga pilihan perempuan itu, kelompok yang paling banyak adalah kelompok yang ketiga. Sedangkan kelompok yang pertama, yaitu superwoman, sangat sedikit dan banyak yang tidak berhasil. Sedangkan DBKS (Dewan Binaan Keluarga Sakinah), program ini mengikuti trend Amerika, yaitu womanhood. Di Indonesia, jika dipaparkan perempuan itu seharusnya begini, laki-laki begini, akan menimbulkan pertentangan. Tetapi kalau dikatakan masyarakat yang ideal harus begini, anak-anak yang ideal harus begini, perempuan harus begini, ibunya begini, maka hal itu bisa diterapkan. Berbicara mengenai relasi dalam keluarga berarti berbicara mengenai bagaimana membentuk generasi yang lebih baik dan dalam konteks masyarakat yang lebih seimbang.
Faktor yang dominan mempengaruhi terjadinya bias gender adalah mainset yang sudah masuk dalam norma-norma dan prinsip-prinsip dasar seseorang. Konstruksi berpikir itu tidak hanya berasal dari pemahaman keagamaan saja.
Jadi untuk mengurangi bias gender tidak cukup hanya dengan ilmu pengetahuan saja, tetapi juga dengan mulai membangun kesadaran supaya transformasi bisa cepat terlaksana. Lebih bagus lagi apabila ada khasanah intelektual dan ada model pemberdayaan perjuangan kesejajaran gender."
Lebih lanjut, Bapak Edi S. menanyakan; Apakah mainset yang terbangun dalam keluarga dapat diubah, ketika ada dua keluarga berbeda yang bersosialisasi?" Dijawab oleh Ibu trias S.; "Kuncinya adalah di komunikasi, namun masyarakat kita miskin komunikasi. Ketika terjadi upaya untuk merubah mainset, biasanya orang akan menanggapi dengan kebencian. Proses perubahan ini akan berhasil jika akhirnya orang berubah menjadi senang dengan cara baru yang kita bawa dan bisa menggunakan cara baru tersebut."
Diskusi dilanjutkan dengan pertanyaan dari Fauzi; "Jika dikuantifikasi, relevansi pengaruih doktrin ajaran agama untuk sampai membentuk mainset itu bagaimana?". Jawab Ibu Trias S.; "Prosedur itu harus dilalui, yaitu mendengar, berdiskusi dan mendapatkan contoh, jadi perlu waktu yang banyak."
Bapak Imama bertanya: Proses belajar dalam keluarga, dalam pengalaman Bu Tris, lebih efektif yang mengedepankan komunikasi ataukah yang dipaksakan, karena konon katanya, orang Jawa kalau sudah dipaksa maka tidak mau belajar?" Pertnyaan ini dijawab oleh Ibu Tris dengan tegas; Sepertti yang sudah dikatakan, dimulai dengan benci dan diakhiri dengan cinta dan rasa senang. Untuk kultur jawa memang diperlukan semacam paksaan dulu baru mereka dapat memahami. Kembali ke permasalahan dalam keluarga, adakalanya anak belum mampu untuk diberi kebebasan pendapat sehingga perlu diberi mentoring, terutama dalam bidang ideologisasi. Jadi meskipun anak itu perlu diberi demokratisasi, tetapi tidak di semua bidang."

kajian gender dalam Al-Qur'an

MENGENAL LEBIH DEKAT ANATOMI AL-QURAN


A. Latar Belakang
Al-Quran pada hakikatnya menempati posisi sentral dalam studi-studi keislaman. Di samping berfungsi sebagai huda (petunjuk), Al-Quran juga berfungsi sebagai furqan (pembeda). Ia menjadi tolok ukur dan pembeda antara kebenaran dan kebatilan, termasuk dalam penerimaan dan penolakan setiap berita yang disandarkan kepada Nabi Muhammad saw.
Keberadaan Al-Quran di tengah-tengah umat Islam, ditambah dengan keinginan mereka untuk memahami petunjuk dan mukjizat-mukjizatnya, telah melahirkan sekian banyak disiplin ilmu keislaman dan metode-metode penelitian. Ini dimulai dengan disusunnya kaidah-kaidah ilmu nahwu oleh Abu Al-Aswad Al-Dualiy, atas petunjuk 'Ali ibn Abi Thalib (w. 661 M), sampai dengan lahirnya ushul al fiqh oleh Imam Al-Syafi'i (767-820 M), bahkan hingga kini, dengan lahirnya berbagai metode penafsiran Al-Quran (yang terakhir adalah metode mawdhuiy atau tawhidiy).
Di sisi lain, terdapat kaum terpelajar Muslim yang mempelajari berbagai disiplin ilmu. Ini antara lain didorong keinginan untuk memahami petunjuk; informasi dan mukjizat Al-Quran. Karena Al-Quran berbicara tentang berbagai aspek kehidupan serta mengemukakan beraneka ragam masalah, yang merupakan pokok-pokok bahasan berbagai disiplin ilmu, maka kandungannya tidak dapat dipahami secara baik dan benar tanpa mengetahui hasil-hasil penelitian dan studi pada bidang-bidang yang dipaparkan oleh Al-Quran.
Makalah ini berupaya mendekatkan kita dengan Al-Quran dalam konteks anatominya, yang melingkupi pengertian, tujuadan fungsi, cara turunnya serta pokok isi kandungannya. Hal ini mengingat untk beranjak lebih jauh ke dalam perkembangan ilmu-ilmu yang terkait dengan al-Quran , pemahman hal-hal substansial mengenai anatomical-Quran merupakan suatu keniscayaan untuk menegaskan obyek utama, yakni al-Quran itu sendiri.
B. Pembahasan
1. Pengertian Al-Quran
Secara etimologi,al-Quran merupakan masdar yang makna sinonimnya dengan kata qira’ah (bacaan). Al-Quran dengan arti qira’ah ini, sebagaimana dipakai dalam Q. S al Qiyamah (75) ayat 17, 18.
Selain berarti bacaan, secara bahasa al-Quran juga diberi arti lain. Paling tidak selain Lihyani (w.355H) yang berpendapat sebagaimana arti di atas, terdapat pendapat lain dari para ulama seperti Az Zujaj (w 311),yang berpendapat bahwa lafal al-Quran berupa isim sifat, ikut wazan fu’lan, yang diambil dari kata al qar’u yang berarti kumpul pula. Menurutnya, memang dalam al-Quran kumpul semua semua ayat, surah, hukum dan kisah-kisah. Sedangkan, al Farra’(w.207 H) berpendapat bahwa secara bahasa al-Quran adalah bukti,karena ia merupakan isim musytaq ikut wazan fu’lan, diambil dari kata al qara’in, bentuk jama’qarinah. Adapun Imam Syafi’i (w 204 H), berpendapat lafal al-Quran bukan isim musytaq, mahmuz, namun merupakan isim murtajal, yaitu isim alam (nama), yakni nama kitab Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw dan selalu disertai alif lam atau ”al”. Ketiga ulama tersebut , lafal-Quran ditulis dan dibaca tanpa huruf hamzah, berbeda menurut Lihyani bahwa lafal-Quran ditulis dan dibaca dengan memakai huruf hamzah .Namun dari beberapa pendapat tersebut, pendapat bahwa al-Quran secara bahasa berarti bacaan lebih masyhur digunakan.
Selain dinamakan al-Quran, kitab suci yang diturunkan kepada Nabi Muhammad tersebut juga dinamakan al- Furqon (pemisah antara yang haq dan batil), al- kitab ( lihat Q.S Al- Baqarah(2)::2), al- Dzikr (Q.S Al- Anbiya(21):50) dan a-l Tanzil(Q.S Al Haaqoh(68):43)
Al-Quran dan al kitab lebih masyhur dari nama-nama lain, mengingat kedua nama tersebut menunjukkan makna yang sesuai dengan kenyataannya menurut Dr. Muhammad Abdullah Daraz . Sekaligus terdapat isyarat dalam dua penamaan tersebut, yakni selayaknyalah ia dipelihara dalam bentuk hafalan dan tulisan.Penjagaan ganda inilah yang telah dilakukan sejak masa wahyu al-Quran pertama kali diturunkan pada masa Nabi dan diteruskan dari generasi ke generasi. Dari hal tersebut kemurnian al-Quran akan terjaga sebagaimana janji Allah dalam Q.S al Hijr (15) :9.
Ada sebagian ulama yang terlalu banyak memberikan nama al-Quran, Az Zarkasyi, misalnya dalam kitabnya, Al Burhan , beliau mengatakan bahwa nama al-Quran ada 55 macam. Bahkan ada ulama yang memberi nama sampai 99 nama, sebagaimana disebutkan pengarang Tibyan.Menurut sebagian ulama, termasuk Shubhi al –Shalih, banyaknya penamaan seperti itu lebih disebabkan tidak dibedakannya antara nama dan sifat yang ada dalam al-Quran. Seperti disebutkannya al-Quran dengan sebutan karim, nur, basyir, majid, huda, syifa’, rahmah, mauidhah serta mubarok yang jelas merupakan suatu sifat, bukan nama.
Sedangkan menurut terminologi, al-Qur’an mempunyai arti sebagai berikut. Pertama, para mutakallimin berpendapat al-Qur’an adalah kalimat-kalimat Maha Bijaksana yang tersusun dalam lafad-lafad, dzihniyyah dan ruhiyah. Atau al-Quran adlah lafal yang diturunkan kepada Nabi Muhammad dari awal surah al Fatihah sampai al- Nas,yang memiliki keistimewaan yang terlepas dari sifat-sifat kebendaan yang azali.
Kedua, para ulama ushulliyyin, fuqoha dan ahli bahsa berpendapat al-Qur’an adalah kalam Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw mulai awal al-Fatihah sampai Al-Nas. Di antara mereka ada yang memberikan definisi secara singkat dan padat dan ada pula yang secara panjang lebar mendefinisikan al-Quran dalam beberapa identitasnya. Salah satu yang memberikan definisi panjang lebar tersebut adalah Syekh Ali Al-Shabuni yang berpendapat bahwa secara definisi al-Qur’an adalah kalam mu’jiz yang diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw yang tertulis dalam mushaf yang diriwayatkan secara mutawatir, membacanya adalah ibadah. Dan dari kata-kata ” diturunkan kepada nabi Muhammad saw” mengecualikan hal selain yang diturunkan kepada Nabi Muhaammad, termasuk kitab Taurat, Zabur, Injil serta hadis Nabi. Kata-kata ”diriwayatkan secara mutawatir” mengecualikan semua hal qiraat yang tidak mutawatir. Sedangkan kata-kata ”membacanya merupakan ibadah” mengecualikan hadis-hadis qudsi meski diriwayatkan secara mutawatir.
2.Tujuan dan Fungsi Al-Quran
Tujuan Al-Quran juga berbeda dengan tujuan kitab-kitab ilmiah. Untuk
memahaminya, terlebih dahulu harus diketahui periode turunnya Al-Quran.
Dengan mengetahui periode-periode tersebut, tujuan-tujuan Al-Quran akan
lebih jelas.
Para ulama 'Ulum al-Quran membagi sejarah turunnya Al-Quran dalam dua periode: (1) Periode sebelum hijrah; dan (2) Periode sesudah hijrah.
Ayat-ayat yang turun pada periode pertama dinamai ayat-ayat Makkiyyah, dan
ayat-ayat yang turun pada periode kedua dinamai ayat-ayat Madaniyyah.
Tetapi, di sini, akan dibagi sejarah turunnya Al-Quran dalam tiga periode,
meskipun pada hakikatnya periode pertama dan kedua dalam pembagian tersebut
adalah kumpulan dari ayat-ayat Makkiyah, dan periode ketiga adalah ayat-ayat
Madaniyyah. Pembagian demikian untuk lebih menjelaskan tujuan-tujuan pokok
Al-Quran.

Pada periode pertama, kandungan wahyu Ilahi berkisar dalam tiga hal. Pertama, pendidikan dan bimbingan bagi Rasulullah saw., dalam membentuk kepribadiannya.Beberapa ayat tersebut antara lain bisa disimak pada (Q.S Al Mudatsir (74)::1-7)., (Q.S Al- Muzammil( 73):1-4)., (Q.S Al-Syuara(’26):214-216 .Kedua, pengetahuan-pengetahuan dasar mengenai sifat dan af’al Allah, misalnya surah Al-A'la (surah ketujuh yang diturunkan) atau surah Al-Ikhlash, yang menurut hadis Rasulullah "sebanding dengan sepertiga Al-Quran", karena yang mengetahuinya dengan sebenarnya akan mengetahui pula persoalan-persoalan tauhid dan tanzih (penyucian) Allah SWT. Ketiga, keterangan mengenai dasar-dasar akhlak Islamiyah serta bantahan-bantahan secara umum mengenai pandangan hidup masyarakat jahiliyyah ketika itu. Ini dapat dibaca, misalnya, dalam surat al Takatsur, satu surat yang mengecam mereka yang menumpuk-numpuk harta dan surat al Ma’un yang menerangkan kewajiban terhadap fakir miskin dan anak serta pandangan agama mengenai hidup bergotong royong.
Periode ini berlangsung sekitar 4-5 tahun dan telah menimbulkan
bermacam-macam reaksi di kalangan masyarakat Arab ketika itu. Reaksi-reaksi
tersebut nyata dalam tiga hal pokok, sebagaian menerima dengan baik ajaran Qur’an, sebagian besar menolak Namun walau demikian dakwah Al-Quran mulai melebar melampaui perbatasan Mekkah menuju daerah-daerah sekitarnya.
Adapun pada periode kedua dari sejarah turunnya Al-Quran berlangsung selama 8-9 tahun dimana terjadi pertarungan hebat antara gerakan Islam dan jahiliah.Gerakan oposisi terhadap Islam menggunakan segala cara dan sistem untuk menghlangi laju dakwah Islam.
Periode ini dimulai dari fitnah, intimidasi dan penganiayaan, yang mengakibatkan para penganut ajaran Al-Quran ketika itu terpaksa berhijrah ke Habsyah dan para akhirnya mereka semua --termasuk Rasulullah saw.-- berhijrah ke Madinah. Pada masa tersebut, ayat-ayat Al-Quran, di satu pihak, silih berganti turun menerangkan kewajiban-kewajiban prinsipil penganutnya sesuai dengan kondisi dakwah ketika itu, seperti: firman Allah dalam Q.S Al Nahl (16:125. Dan, di lain pihak, ayat-ayat kecaman dan ancaman yang pedas terus mengalir kepada kaum musyrik yang berpaling dari kebenaran, seperti: terdapat dalam Q. S Fushilat (41):13.
Selain itu, turun juga ayat-ayat yang mengandung argumentasi-argumentasi mengenai keesaan Tuhan dan kepastian hari kiamat berdasarkan tanda-tanda yang dapat mereka lihat dalam kehidupan sehari-hari, seperti: (Q.S Yaasin(36):78-82). Ayat ini merupakan salah satu argumentasi terkuat dalam membuktikan kepastian hari kiamat.
Disini terbukti bahwa ayat-ayat Al-Quran telah sanggup memblokade paham-paham jahiliah dari segala segi sehingga mereka tidak lagi mempunyai arti dan kedudukan dalam rasio dan alam pikiran sehat.

Terakhir, pada periode ketiga, dakwah Al-Quran telah dapat mewujudkan suatu prestasi besar karena penganut-penganutnya telah dapat hidup bebas
melaksanakan ajaran-ajaran agama di Yatsrib (yang kemudian diberi nama
Al-Madinah Al-Munawwarah). Periode ini berlangsung selama sepuluh tahun, di
mana timbul bermacam-macam peristiwa, problem dan persoalan, seperti:
Prinsip-prinsip apakah yang diterapkan dalam masyarakat demi mencapai
kebahagiaan? Bagaimanakah sikap terhadap orang-orang munafik, Ahl Al-Kitab,
orang-orang kafir dan lain-lain, yang semua itu diterangkan Al-Quran dengan
cara yang berbeda-beda?
Dengan satu susunan kata-kata yang membangkitkan semangat seperti berikut ini, dalam Q.S Al-taubah (9):13-14, juga terkadang pula merupakan perintah tegas dengan konsiderannya, seperti: terdapat dalam Q.S
Al-maidah (5):90-91). Disamping itu, secara silih-berganti, terdapat juga ayat yang menerangkan akhlak dan suluk yang harus diikuti oleh setiap Muslim dalam kehidupannya sehari-hari, seperti: dalam Q.S Al-Nuur(24):27.
Semua ayat ini memberikan bimbingan jalan kepada kaum Muslim menuju diridhai Tuhan disamping mendorong mereka untuk berjihad di jalan Allah, sambil memberikan didikan akhlak dan suluk yang sesuai dengan keadaan mereka dalam bermacam-macam situasi (kalah, menang, bahagia, sengsara, aman dan takut). Dalam perang Uhud misalnya, di mana kaum Muslim menderita tujuh
puluh orang korban, turunlah ayat-ayat penenang seperti firmanNya dalam Q.S Al Ma’idah (3):139-140.
Selain ayat-ayat yang turun mengajak berdialog dengan orang-orang Mukmin, banyak juga ayat yang ditujukan kepada orang-orang munafik, Ahli Kitab dan orang-orang musyrik. Ayat-ayat tersebut mengajak mereka ke jalan sesuai dengan sikap mereka terhadap dakwah. Salah satu ayat yang ditujukan kepada Ahli Kitab adalah Q. S Ali Imran(3):63.
Dan ringkasan sejarah turunnya Al-Quran, tampak bahwa ayat-ayat Al-Quran sejalan dengan pertimbangan dakwah: turun sedikit demi sedikit bergantung pada kebutuhan dan hajat, hingga mana kala dakwah telah menyeluruh, orang-orang berbondong-bondong memeluk agama Islam. Ketika itu berakhirlah turunnya ayat-ayat Al-Quran dan datang pulalah penegasan dari Allah SWT tentang hal tersebut dalam Q.S Al Ma’idah(5):3.
Uraian di atas menunjukkan bahwa ayat-ayat Al-Quran disesuaikan dengan keadaan masyarakat saat itu. Sejarah yang diungkapkan adalah sejarah
bangsa-bangsa yang hidup di sekitar Jazirah Arab. Peristiwa-peristiwa yang
dibawakan adalah peristiwa-peristiwa mereka. Adat-istiadat dan ciri-ciri
masyarakat yang dikecam adalah yang timbul dan yang terdapat dalam
masyarakat tersebut.
Tetapi ini bukan berarti bahwa ajaran-ajaran Al-Quran hanya dapat diterapkan dalam masyarakat yang ditemuinya atau pada waktu itu saja. Karena yang demikian itu hanya untuk dijadikan argumentasi dakwah. Sejarah umat-umat
diungkapkan sebagai pelajaran/peringatan bagaimana perlakuan Tuhan terhadap
orang-orang yang mengikuti jejak-jejak mereka.
Sebagai suatu perbandingan, Al-Quran dapat diumpamakan dengan seseorang yang dalam menanamkan idenya serta tidak dapat melepaskan diri dari situasi atau kondisi masyarakat yang merupakan objek dakwah. Tentu saja metode yang digunakannya harus sesuai dengan keadaan, perkembangan dan tingkat kecerdasan objek tersebut. Demikian pula dalam menanamkan idenya, cita-cita itu tidak hartya sampai pada batas suatu masyarakat dan masa tertentu;
tetapi masih mengharapkan agar idenya berkembang pada semua tempat sepanjang masa.
Untuk menerapkan idenya itu, seorang da'i tidak boleh bosan dan putus asa. Dan dalam merealisasikan cita-citanya, ia harus mampu menyatakan dan
mengulangi usahanya walaupun dengan cara yang berbeda-beda. Demikian pula
ayat-ayat Al-Quran yang mengulangi beberapa kali satu persoalan. Tetapi
untuk menghindari terjadinya perasaan bosan, susunan kata-katanya --oleh
Allah SWT-- diubah dan dihiasi sehingga menarik pendengarannya. Bukankah
argumentasi-argumentasi Al-Quran mengenai soal-soal yang dipaparkan dapat
dipergunakan di mana, kapan dan bagi siapa saja, serta dalam situasi dan
kondisi apa pun?
Argumen kosmologis (cosmological argument) --yang oleh Immanuel Kant dikatakan sebagai suatu argumen yang sangat dikagumi dan merupakan salah satu dalil terkuat mengenai wujud Pencipta (Prime Cause)-- merupakan salah satu argumentasi Al-Quran untuk maksud tersebut. Bukankah juga penolakan Al-Quran terhadap syirik (politeisme) meliputi segala macam dan bentuk politeisme yang telah timbul, termasuk yang dianut oleh orang-orang Arab
ketika turunnya Al-Quran?
Dapat diperhatikan pula, bahwa tiada satu filsafat pun yang memaparkan
perincian-perinciannya dari A sampai Z dalam bentuk abstrak tanpa memberikan
contoh-contoh hidup dalam masyarakat tempat ia muncul atau berkembang. Cara
yang demikian ini tidak mungkin akan mewujud; kalau ada, maka ia hanya
sekadar merupakan teori-teori belaka yang tidak dapat diterapkan dalam suatu
masyarakat.
Tidakkah menjadi keharusan satu gerakan yang bersifat universal untuk
memulai penyebarannya di forum internasional. Tapi, cara paling tepat adalah
menyebarkan ajaran-ajarannya dalam masyarakat tempat timbulnya gerakan itu,
dimana penyebar-penyebarnya mengetahui bahasa, tradisi dan adat-istiadat
masyarakat tadi. Kemudian, bila telah berhasil menerapkan ajaran-ajarannya
dalam suatu masyarakat tertentu, maka masyarakat tersebut dapat dijadikan
"pilot proyek" bagi masyarakat lainnya. Hal ini dapat kita lihat pada
Fasisme, Zionisme, Komunisme, Nazisme, dan lain-lain. Dengan demikian, tidak
ada alasan untuk mengatakan bahwa ajaran-ajaran Al-Quran itu khusus untuk masyarakat pada masyarakat tersebut.

Dari sejarah diturunkannya Al-Quran, dapat diambil kesimpulan bahwa Al-Quran mempunyai tiga tujuan pokok: pertama, Petunjuk akidah dan kepercayaan yang harus dianut oleh manusia yang tersimpul dalam keimanan akan keesaan Tuhan dan kepercayaan akan kepastian adanya hari pembalasan. Kedua, petunjuk mengenai akhlak yang murni dengan jalan menerangkan norma-norma keagamaan dan susila yang harus diikuti oleh manusia dalam kehidupannya secara individual atau kolektif. Ketiga, petunjuk mengenal syariat dan hukum dengan jalan menerangkan dasar-dasar hukum yang harus diikuti oleh manusia dalam hubungannya dengan Tuhan dan sesamanya. Atau dengan kata lain yang lebih singkat, "Al-Quran adalah petunjuk bagi seluruh manusia ke jalan yang harus ditempuh demi kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat."
Adapun menegenai fungsi asl-Qur’an tidak cukup dijelaskan hanya sebagai pedoman hidup kaum Muslimin atau manusia secara keseluruhan. Penjelasan seperti itu sangat umum. Diperlukan penjelasan yang lebih detail bagaimana fungsi Al-Qur’an sebagai pedoman hidup manusia tersebut. Di bawah ini dijelaskan fungsi-fungsi Al-Qur’an dari perpektif kesadaran Taubikhiyah. Selain yang sudah umum diketahui, Al-Qur’an sebagai kitab yang diturunkan Allah SWT kepada manusia memiliki fungsi-fungsi abyan, burhan, ibtila’an, wujudian dan ‘iqaban. Adapun maksud istilah-istilah tersebut adalah sebagai berikut.
a. Fungsi Abyan
Abyan adalah Al-Qur’an berfungsi menjelaskan kebenaran yang masih diragukan, tidak dipercayai atau ditolak manusia. Misalnya, Al-Qur’an menjelaskan bahwa sesuatu kaum yang menolak atau mendustakan kebenaran yang diturunkan Tuhan melalui para Nabi utusan Allah pasti akan mengalami kehancuran. Hal ini tercantum diantaranya dalam Q.S Al-A’raf (7) ayat 4 – 9: dan juga dalam Q.S Ali-Imran: 11.Atau Allah menjelaskan dalam Al-Qur’an bahwa hancurnya lingkungan hidup itu adalah akibat ulah tangan-tangan manusia. Seperti termaktub dalam Q.S Ar-Rum: 41). Ini adalah fungsi-fungsi abyan (penjelasan dan peringatan) dari Al-Qur’an kepada manusia untuk mengimani kebenaran yang datang dari Allah SWT, Tuhan semesta alam.
b. Fungsi Burhân
Fungsi burhan adalah fungsi Al-Qur’an sebagai bukti yang menunjukkan kebenarannya yang nyata (jelas). Misalnya bencana gempa dan gelombang Tsunami di Aceh adalah burhan dari kekuasaan Allah yang sering kurang diimani oleh manusia dan sebagai hukuman serta peringatan karena manusia sudah jauh dari perintah-perintah Tuhan dan manusia sudah membuat kerusakan di muka bumi. Atau banjir besar yang terjadi adalah fungsi burhan Al-Qur’an karena kerusakan hutan yang dilakukan oleh manusia, dan korban serta kerusakan sangat banyak. Allah sudah memperingatkannya dalam Al-Qur’an surat Ar-Rum:(30)41 di atas agar jangan membuat kerusakan di muka bumi sebab akibat dan kerugiannya akan dirasakan oleh manusia sendiri.
Contoh lain adalah ditemukan dan dikukuhkannya teori Big Bang yang menjelaskan awal mula terciptanya alam semesta sebagai teori yang paling kuat diterima di kalangan ilmuwan fisika, merupakan burhan dari Al-Qur’an surat Al-Anbiya(21)ayat 30: “Awalam yaralladzîna kafarû annasamâwâti wal ardha kânatâ ratqan, fafataqnâ huma, waja’alnâ minal mâ-i kulla sya’in hayyi, afalâ yu’minûn?” (Dan apakah orang-orang kafir tidak mengetahui bahwasannya langit dan bumi itu keduanya dahulu adalah bersatu, kemudian Kami pisahkan antara keduanya, dan dari air Kami jadikan segala sesuatu yang hidup. Mengapakah mereka tiada juga beriman?). Eksperimen Maurice Bucaille dengan bangga menemukan dua buah laut ajaib yang tidak menyatu yang satu rasanya tawar dan yang satu lagi asin. Adanya laut itu sudah dinyatakan dalam Q.S Al-Furqan(25) ayat 53: “Wa huwalladzi marajal bahraini hâdza ‘adzbun furâtun wa hadza milhun ajâjun, wa ja’ala baina huma barzâkhan wa hijran mahjûra” (Dan Dialah yang membiarkan dua laut yang mengalir, yang satu tawar lagi segar dan yang satu asin lagi pahit. Dan Dia jadikan diantara keduanya dinding dan batas pemisah yang menghalangi). Masih banyak ayat-ayat Al-Qur’an yang menunjukkan bukti-bukti kebenaran yang diragukan manusia atau bukti-bukti kebenaran yang ditemukan kemudian oleh manusia melalui teknologi modernnya. Semua itu menunjukkan fungsi burhan Al-Qur’an.
c. Fungsi Ibtilâ-an
Fungsi ibtilâ-an adalah meyakini dan mengimani kebenaran Al-Qur’an bahkan mengamalkannya tetapi terasa berat akibatnya sebagai resiko menerima dan menegakkan kebenaran. Menerima akibat yang berat dari mengimani kebenaran Al-Qur’an adalah salah satu langkah memahami kebenarannya. Misalnya, kita dibenci dan tidak disukai oleh lingkungan masyarakat karena kita mengamalkan ayat amar ma’ruf nahi munkar, atau mengamalkan ayat khaffat dan tsaqulats mawâzinuh. Resiko yang kita tanggung karena mengamalkan Al-Qur’an adalah fungsi ibtilâ’an atau ujian kepada kita. Atau kita meyakini kebenaran Al-Qur’an dan kita berusaha mengamalkannya tapi terasa hidup kita jadi berat, banyak godaan, banyak cobaan, sebagai bukti benarnya Al-Qur’an. Kita ingin hidup sesuai petunjuk Al-Qur’an dalam segala tindakan kita tetapi kita hidup kita jadi berubah, jadi tidak “biasa” karena kita sedang meningkatkan kesadaran yang tinggi sesuai kehendak Allah SWT. Kita jadi tidak “bebas” lagi, serba “terbatas,” serba terkontrol dst. Bila semua itu terjadi, dirasakan berat, adalah untuk menguji keteguhan iman kita. Inilah fungsi ibtilâ’an Al-Qur’an.
d. Fungsi Wujudian
Fungsi wujudian adalah pengakuan atau bukti-bukti kebenaran yang kita rasakan dari upaya mengamalkan Al-Qur’an. Akibat yang kita rasakan itu mendapat pengakuan dari atau diakui Al-Qur’an. Misalnya, kita banyak beribadah, rajin dan ikhlas, kemudian hidup kita ternyata jadi tenang, fikiran jernih, dada lapang dst. Apa yang kita rasakan itu adalah pengakuan Al-Qur’an (Al-Ra’du((13): 28) kepada kita, karena Al-Qur’an sendiri mengatakan: “Alâ bi dzikrillâhi tatma’innul qulûb” (Sesungguhnya banyak mengingat Allah itu membuat hati menjadi tentram). Atau misalnya, kita selalu berusaha hidup kita benar, banyak beramal, banyak beribadah, banyak infaq dan shadaqah. Intinya, kita berusaha mengamalkan ajaran agama semaksimal mungkin atau menjadikan agama sebagai pedoman kehidupan, lalu hidup kita makmur, rizki melimpah, ekonomi kita mapan. Nah, akibat yang kita rasakan ini adalah pengakuan Al-Qur’an (Q.S al-Thalaq.(65) : 2-3) bahwa bagi orang yang bertaqwa memang akan selalu datang rizki yang tidak diduga-dugaKetika merasakan kebenaran dan pengakuan Al-Qur’an ini, adalah salah satu langkah memahami Al-Qur’an
e. Fungsi Iqâban
Fungsi iqâban adalah ketika Al-Qur’an dibaca, Al-Qur’an itu sendiri malah menghujat, menggugat dan melaknat pembacanya. Al-Qur’an bisa menjadi hukuman (iqâban) bagi yang membacanya bila banyak ketidaksesuaian antara apa yang sering dibacanya dengan akhlaknya yang buruk, kesadaran hidupnya yang rendah dan banyak pelanggaran agama dalam kehidupannya. Fungsi iqâban ini ditegaskan oleh Rasulullah s.a.w SAW: “Rubba tâlin lil qur’ân wal qur’ânu yal’anuhu” (Banyak orang yang membaca Al-Qur’an tetapi Al-Qur’an sendiri malah melaknatnya). Al-Qur’an justru melaknat yang membacanya bila banyak ketidaksesuaian antara ayat-ayat yang dihafal dan dikuasainya dengan perilaku dan sikapnya. Misalnya, perintah Al-Qur’an tentang melakukan zakat, infaq dan shadaqah dihafal dan sering dibaca tetapi ia tidak mengamalkannya, sifatnya pelit, kikir dan susah beramal. Seseorang tahu dan hafal ayat tentang perintah berlaku adil, jangan berdusta, bersikap jujur atau memperhatikan orang miskin, tapi kelakuannya sehari-hari justru sering menindas orang, sering bohong, tidak peduli terhadap orang miskin. Terhadap orang seperti ini Al-Qur’an melaknatnya. Apalagi bila menyerukannya kepada orang lain melalui ceramah dan dakwah, Allah sangat murka: “Kabura maqtan ‘indallâhi antaqûlu ma lâ taf’alûn” (Besar kemurkaan di sisi Allah bagi orang yang mengatakan (menyampaikan/memerintahkan sesuatu) tapi ia sendiri tidak melaksanakannya). Jadi, selain rajin membaca Al-Qur’an, seorang Muslim harus terus-menerus memperbaiki akhlak dan sikapnya agar sesuai dengan tuntunan agama Islam yang terdapat dalam Al-Qur’an, agar Al-Qur’an tidak berfungsi sebagai iqâban (hukuman) kepada dirinya, sebaliknya agar menjadi rahmat dan penyelamat

3. Turunnya Al-Qur’an
Ditinjau dari latar belakangnya, turunnya Al-Qur’an dibagi menjadi dua macam :
a. Secara ibtida’i; yaitu ayat Al-Qur’an yang turun tanpa didahului oleh suatu sebab yang melatarbekanginya. Dan mayoritas ayat-ayat Al-Qur’an turun secara ibtida’i, diantaranya firman Allah ta’ala dalam surat al-Taubah (9)ayat 75:
Sesungguhnya ayat ini mula-mula turun untuk menjelaskan keadaan sebagian orang-orang munafiq. Adapun mengenai berita yang masyhur bahwa ayat-ayat ini turun berkaitan dengan Tsa’labah bin Hathib dalam suatu kisah yang panjang yang disebutkan oleh mayoritas ahli tafsir dan dikuatkan oleh mayoritas da’i (pemberi nasihat), merupakan riwayat yang dla’if (lemah) yang tidak dapat dibenarkan.
b. Secara sababi; yaitu ayat Al-Qur’an yang diturunkan didahului oleh suatu sebab yang melatarbelakangi. Sebab-sebab tersebut bisa berupa :
a. Pertanyaan yang dijawab oleh Allah ta’ala. Contohnya :
يَسْأَلُونَكَ عَنِ الأهِلّةِ قُلْ هِيَ مَوَاقِيتُ لِلنّاسِ وَالْحَجّ
”Mereka bertanya kepadamu tentang bulan sabit. Katakanlah : “Bulan sabit itu adalah tanda-tanda waktu bagi manusia dan (bagi ibadah) haji” (Q.S. Al-Baqarah(2): 189).
b. Kejadian sebuah peristiwa yang membutuhkan penjelasan dan peringatan.
وَلَئِن سَأَلْتَهُمْ لَيَقُولُنّ إِنّمَا كُنّا نَخُوضُ وَنَلْعَبُ
”Dan jika kamu tanyakan kepada mereka (tentang apa yang mereka lakukan itu), tentulah mereka akan menjawab : “Sesungguhnya kami hanya bersenda gurau dan bermain-main saja” (Q.S. At-Taubah(9): 65).
Dua ayat di atas turun berkenaan dengan seorang laki-laki dari golongan munafik yang berkata dalam suatu majelis pada waktu perang Tabuk : “Kami tidak melihat orang semisal pembaca Al-Qur’an kita ini, mereka paling besar perutnya, paling dusta lisannya, dan paling penakut ketika bertemu dengan musuh”. Yang dimaksudkan adalah Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam dan para shahabat beliau. Kemudian hal itu sampai terdengar oleh Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam, kemudian turunlah ayat Al-Qur’an. Kemudian laki-laki tersebut dating kepada Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam untuk meminta maaf kepadanya, maka beliau menjawab dengan memebacakan firman Allah ta’ala :
أَبِاللّهِ وَآيَاتِهِ وَرَسُولِهِ كُنتُمْ تَسْتَهْزِءُونَ
”Apakah dengan Allah, ayat-ayat-Nya, danRasul-Nya kamu selalu berolok-olok?” (Q.S. At-Taubah (9): 65).
c. Adanya suatu permasalahan yang membutuhkan penjelasan hukumnya. Contohnya :
قَدْ سَمِعَ اللّهُ قَوْلَ الّتِي تُجَادِلُكَ فِي زَوْجِهَا وَتَشْتَكِيَ إِلَى اللّهِ وَاللّهُ يَسْمَعُ تَحَاوُرَكُمآ إِنّ اللّهَ سَمِيعٌ بَصِيرٌ
”Sesungguhnya Allah telah mendengar perkataan wanita yang mengajukan gugatan kepada kamu tentang suaminya, dan mengadukan (halnya) kepada Allah. Dan Allah mendengar soal jawab antara kamu berdua. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Melihat” (Q.S. Al-Mujaadilah (58): 1).
Ditinjau dari cara turunnya, Al-Qur'an diturunkan kepada Nabi Muhammad melalui perantaraan Malaikat Jibril selama 22 tahun 2 bulan 22 hari. Dalam proses pewahyuannya, terdapat beberapa cara untuk menyampaikan wahyu yang dibawa Malaikat Jibril kepada Nabi Muhammad, diantaranya:
• Malaikat Jibril memasukkan wahyu ke dalam hati Nabi. Dalam hal ini, Nabi tidak melihat sesuatu apapun, hanya merasa bahwa wahyu itu sudah berada di
dalam kalbunya. Mengenai hal ini, Nabi mengatakan: Ruhul Qudus mewahyukan ke dalam kalbuku
• Malaikat menampakkan dirinya kepada Nabi menjadi seorang lelaki yang mengucapkan kata-kata kepadanya sehingga Nabi mengetahui dan dapat menghafal kata-kata itu.
• Wahyu datang kepada Nabi seperti gemerincingnya lonceng. Cara ini dirasakan paling berat bagi Nabi. Kadang pada keningnya berkeringat, meskipun turunnya wahyu di musim dingin. Kadang unta Baginda Nabi terpaksa berhenti dan duduk karena merasa berat bila wahyu turun ketika Nabi sedang mengendarai unta.
• Malaikat menampakkan dirinya kepada Nabi, tidak berupa seorang laki-laki, tetapi benar-benar sebagaimana rupa aslinya
4. Pokok-pokok Kandungan al-Quran
Kandungan al-Quran yang utama dan terpenting ialah tentang akidah (teologi) atau lazim disebut ushuluddin, ilmu kalam dan terutama tauhid.Menurut Muhammad Qutub,topik utama dan paling mendasar dalam al-Quran ialah soal akidah. Ia menyebutnya sebagai mudhu’un asasiyyun, obyek yang paling asasi. Ini tidak berarti persoalan-persoalan lain yang ada dalam al-Quran boleh dianggap tidak penting. Akidah menempati tempat yang paling asasi namun ia tidak cukup bila tidak disertai dengan hal-hal lainnya.
Tingginya kedudukan akidah dalam islam, antara lain tampak dalam dalam al-Quran, dimana di dalamnya terdapat sekitar 136 ayat al aqaid ,menempatkan akidah sebagai topik pembahasan yang paling asasi. Hampir atau bahkan tidak ada kelompok ayat al-Quran dalam jenis apapun yang tidka mengkaitkan pembahasannya dengan masalah-masalah akidah islamiyah.Indikasi tersebut tampak antara lain adalah ayat pertama yang turun (al Alaq) menyiratakan urgensi iptek melalui simbol membaca (studi), namun tidak dapat disangkal tekanan akidah atau pancaran teologi yang tersimbulkan adlam lafal rabbuk, sebagai Dzat Maha Cipta dan Maha Guru. . Selain itu, sejarah ilmu-ilmu al-Quran telah menunjukkan dengan jelas bahwa surat-surat dan ayat-ayat al-Quran yang diturunkan lebih dulu adalah kelompok surat dan ayat Makkiyyah yang pada umumnya berisi maslah akidah dan akhlak, bukan ayat hukum sebagaimana terdapat dalam surat Madaniyyah yang turun belakangan. Dari hal ini mengisyaratkan didahuklukannya soal akidah dari masalah lainnya, karena ia merupakan dasar pondamen dan tiang penyangga yang di atsnya didirikan syariat yang kokoh dan indah. Indikasi lainnya adalah, ayat al-Quran yang bertemakan bidang apapun selalu terkait dan dikaitkan dengan aspek akidah, yang penempatannya diletakkan sebelum dan atau sesudah.
Pokok kandungan kedua dalam al-Quran adalah ibadah. Dalam al-Quran terdsapat sekitar 140 ayat yang berisikan ihwal ibadah(ayat al-ibadat). Seperti halnya ayat al-aqaid, ayat al-ibadat pada umumnya juga bersifat jelas, tegas, rinci.Ditegaskan dalam Al-Quran dalam surat Al-Dzariyyat (51):56, bahwa tujuan utama dan pertama dari penciptaan jin dan manusia di bumi adalah agar mereka beribadah kepada Allah Swt.Dan sesuai dengan ayat tersebut, maka tujuan ibadah tersebut adalah untuk mendidik para pelakunya menjadi orang-orang yang taqwa sebagaimana tertera dalam Qur’an surat Al Baqarah(2) ayat 21.
Isi kandungan al-Quran lainnya yang juga berperan penting bagi kehidupan manusia ialah janji baik dan ancaman buruk, yang familiar diistilahkan oleh ulama tafsir dengan al-wa’du wdan al-wa’id.Janji dna ancaman ini terasa penting menginmgat dalam realitanya, karakteristik manusia menyenangi janji baik dan memperhatikan ancaman buruk. Menurut Zuhaili, keberadaan ayat dengan kandungan semacam ini berjumlah sekitar seribu ayat. . Urgensi al wa’du dan al-wa’id akan semakin nyata dampaknya jika terkait dengan kalangan awam, bahkan komunitas khawas sekalipun.
Pokok kandungan al-Quran selanjutnya adalah akhlak, atau dalam istilah lain etika/moral. Aspek ini merupakan isi kandungan al-Quran yang sangat mendasar, mengingat di antara tujuan utama dari kenabian dan kerasulan Nabi adalah menyempurnakan aklak dan sebagaimana dinyatakan oleh al-Qur’an, karena komitmen akhlaknya yag sangat agung, beliau layak dan wajib dijadikan uswatun hasanah bagi umatnya.
Isi kandungan al-Qur’an selanjutnya adalah hukum. Al-Quran, sebagaimana disepakati umat islam, memuat sejumlah ketentuan hukum dan sekaligus menyinggung kaidah-kaidah umum pembentukannya. Antusiasme al-Qur’an terhadap paradigma hukum tersebut antara lain dapat ditelusuri melalui indikator berikut: pertama, al –Qur’an menjuluki dirinya sendiri dengan hukum Penamaan al-Qur’an dengan hukum, menurut Maraghi, karena di dalamnya terdapat keterangan tentang hukum halal-haram, serta seluruh ketentuan yang dibutuhkan orang-orang mukallaf untuk meraih kebahagiaan dunia dan di akhirat. . Kedua,surat dna ayat terpanjang dalam al-Quran ialah surat dan ayat hukum. Surat yang dimaksud ialah surat al-Baqarah(2) yang terdiri atas 287 ayat, 3100 kata dan 25.000 huruf. Adapun ayat terpanjang ialah ayat 282 dlam suart al Baqarah, yang terdiri atas 128 kata dan 504 huruf.
Kisah, merupakan isi kandungan lain dalam al-Qur’an. Al-Quran sangat antusias terlihat dari indikator sebanyak 26 kali kata qashas dan yang seakar dengannya tersebar dalam 12 surat dan 21 ayat. Juga terdapatnya satu surat khusus yang dinamakan surat al-Qashas.amat banyaknya jumlah ayat al Qashas, yakni surat ke -28 yang terdiri 88 ayat, 1.441 kata dan 5800 huruf .
Pengungkapan kisah dalam al –Qur’an jelas meupakan kisah yang yata benar dan manfaatnya bagi manusia, yaitu antara lain sebagai ibrah dan mendorong mereka untuk berfikir.
Salah satu isi kandungan al-Quran yang juga penting adalah tentang dipotretnya manifestasi jagat raya ini, termasuk proses pembuatan bumi, planet, proses kejadian manusia dan tanda-tanda hukum alam yang sarat akan nilai ilmu pengetahuan dan teknologi. Indikator urgensinya iptek ini tampak dri ayat yang pertama kali turun yang menyiratkan arti pentingnya ilmu pengetahuan dan teknologi yang dilambangkan dengan kegiatan membaca dan menulis. Sebab dalam kenyataannya, pengembangan ilmu pengetahuan an teknologi harus melewati tahap tersebut.Namun sekalipun dalam al-Qur’an dapat disebut sumber IPTEK, menurut al Zarqani, al-Quran haruslah tetap dipandang sebagai kitab hidayah dan buku mu’jizat dibandingkan disebut sebagai buku ilmu pengetahuan dan teknologi.
Demikianlah beberapa pokok isi kandungan al-Quran. Menurut Abduh dan beberapa ulama tafsir, antara al-Maraghi dan al -Qasimi, semua aspek tadi secara garis besar telah terekam dalam surat al-Fatihah.
C. Penutup
Sebagaimana diuraikan di muka, depat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut. Pertama, al-Quran ditinjau dari anatominya baik dari aspek pengertian, tujuan dan fungsi, turunnya serta pokok-pokok isi kandungannyan, kesemuanya menampakkan kesempurnaan dan keistimewaan al-Quran.Kedua, kesempurnaan dan keistimewaan al -Qur’an tersebut bukanlah sebagai monumen yang sudah tidak bisa dikembangkan, namun menunjukkan isyarat kuat untuk terus menjaga kesempurnaan dan keistimewaannya lewat penjagaan, pengembangan ilmu dan amal sebagaimana dicontohkan Nabi dan ulama-ulama yang berkomitmen dalam bidang terkait.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Quran dan terjemahannya, Depag RI

Djalal, Abdul, Prof. Dr.H, Ulumul Qur’an,Surabaya:Dunia Ilmu, 1998


Khallaf, Abdul al- Wahhab, ‘Ilm Usshul al-Fiqh, Jakarta-Indonesia, Al Majelis al-’a’la li-Syuun al-Da’wah al-islamiyyah, 1973

Maraghi, Ahmad Musthafa, al, Tafsir al-Maraghi, j.5, Beirut-Lubnan, dar Fikr, 1394 H/1974 M


Nasution, Harun , Akal dan Wahyu, Jakarta, UI Prress, 1982

Qattan, Manan, al, Studi Ilmu-ilmu Qur’an, Jakarta: Lentera Antar Nusa, 2001

Shalih, Subhi, al, Mabahits I ulum al-Quran, Beirut Lubnan:Dar al ‘Ilm li
al-Malayin, 1988, h.21

Shihab, Quraish, M., Membumikan al-Qur’an:fungsi dan peran wahyu dalam kehidupan masyarakat, Bandung: Mizan, 1994

Suma, Muhammad Amin, H, Studi Ilmu-ilmu al-Quran, Jakarta, Pustaka Firdaus, 2000

Quthub,Muhammad, Dirasat Qur’aniyyah, Beirut-Lubnan, Dar al-Syuruq, 1400H/1980 M

Zuhayli, Wahbah, al, Al-Tafsir al-Munir fi al-syari’ah wa al-‘aqidah wa al-manhaj, j 1, Beirut-Lubnan, 1411H/1991 M










MENGENAL LEBIH DEKAT ANATOMI
AL –QUR’AN




Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas individu
Mata Kuliah Studi Ilmu Qur’an
Dosen / Guru Besar Pengampu. Dr. Abdul Mustaqim, M.Ag.




















Disusun oleh
Ni’mah Afifah


PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH
PROGRAM PASCA SARJANA
UIN SUNAN KALIJAGA
2009




























zaman, tempat dan bangsa.
2. Susunan ayat yang mengagumkan dan mempengarihi jiwa pendengarnya.
3. Dapat digunakan sebagai dasar pedoman kehidupan manusia.
4. Menghilangkan ketidakbebasan berfikir yang melemahkan daya upaya dan
kreatifitas manusia (memutus rantai taqlid).
5. Memberi penjelasan ilmu pengetahuan untuk merangsang perkembangannya.
6. Memuliakan akal sebagai dasar memahami urusan manusia dan hukum-hukumnya.
7. Menghilangkan perbedaan antar manusia dari sisi kelas dan fisik serta
membedakan
membedakan manusia hanya dasi takwanya kepada Allah SWT.














Sejarah Turunnya dan Tujuan Pokok
Al-Quran
10. groups.google.co.id/group/myquran/msg/4779449e63fe3d75 - Tembolok

Agama Islam, agama yang kita anut dan dianut oleh ratusan juta kaum Muslim
di seluruh dunia, merupakan way of life yang menjamin kebahagiaan hidup
pemeluknya di dunia dan di akhirat kelak. Ia mempunyai satu sendi utama yang
esensial: berfungsi memberi petunjuk ke jalan yang sebaik-baiknya. Allah
berfirman, Sesungguhnya Al-Quran ini memberi petunjuk menuju jalan yang
sebaik-baiknya (Q.S, 17:9).
Al-Quran memberikan petunjuk dalam persoalan-persoalan akidah, syariah, dan
akhlak, dengan jalan meletakkan dasar-dasar prinsip mengenai
persoalan-persoalan tersebut; dan Allah SWT menugaskan Rasul saw., untuk
memberikan keterangan yang lengkap mengenai dasar-dasar itu: Kami telah
turunkan kepadamu Al-Dzikr (Al-Quran) untuk kamu terangkan kepada manusia
apa-apa yang diturunkan kepada mereka agar mereka berpikir (Q.S 16:44).
Disamping keterangan yang diberikan oleh Rasulullah saw., Allah
memerintahkan pula kepada umat manusia seluruhnya agar memperhatikan dan
mempelajari Al-Quran: Tidaklah mereka memperhatikan isi Al-Quran, bahkan
ataukah hati mereka tertutup (Q.S 47:24).
Mempelajari Al-Quran adalah kewajiban. Berikut ini beberapa prinsip dasar
untuk memahaminya, khusus dari segi hubungan Al-Quran dengan ilmu
pengetahuan. Atau, dengan kata lain, mengenai "memahami Al-Quran dalam
Hubungannya dengan Ilmu Pengetahuan."( Persoalan ini sangat penting,
terutama pada masa-masa sekarang ini, dimana perkembangan ilmu pengetahuan
demikian pesat dan meliputi seluruh aspek kehidupan.
Kekaburan mengenai hal ini dapat menimbulkan ekses-ekses yang mempengaruhi
perkembangan pemikiran kita dewasa ini dan generasi-generasi yang akan
datang. Dalam bukunya, Science and the Modern World, A.N. Whitehead menulis:
"Bila kita menyadari betapa pentingnya agama bagi manusia dan betapa
pentingnya ilmu pengetahuan, maka tidaklah berlebihan bila dikatakan bahwa
sejarah kita yang akan datang bergantung pada putusan generasi sekarang
mengenai hubungan antara
keduanya."6
Tulisan Whithead ini berdasarkan apa yang terjadi di Eropa pada abad ke-18,
yang ketika itu, gereja/pendeta di satu pihak dan para ilmuwan di pihak
lain, tidak dapat mencapai kata sepakat tentang hubungan antara Kitab Suci
dan ilmu pengetahuan; tetapi agama yang dimaksudkannya dapat mencakup
segenap keyakinan yang dianut manusia.
Demikian pula halnya bagi umat Islam, pengertian kita terhadap hubungan
antara Al-Quran dan ilmu pengetahuan akan memberi pengaruh yang tidak kecil
terhadap perkembangan agama dan sejarah perkembangan manusia pada
generasi-generasi yang akan datang.
Periode Turunnya Al-Quran


















Manusia
memberikan perumpamaan bagi kami dan lupa akan kejadiannya, mereka berkata:
"Siapakah yang dapat menghidupkan tulang-tulang yang telah lapuk dan
hancur?" Katakanlah, wahai Muhammad: "Yang menghidupkannya ialah Tuhan yang
menjadikan ia pada mulanya, dan yang Maha Mengetahui semua kejadian. Dia
yang menjadikan untukmu, wahai manusia, api dari kayu yang hijau (basah)
lalu dengannya kamu sekalian membakar." Tidaklah yang menciptakan langit dan
bumi sanggup untuk menciptakan yang serupa itu? Sesungguhnya Ia Maha
Pencipta dan Maha Mengetahui. Sesungguhnya bila Allah menghendaki sesuatu Ia
hanya memerintahkan: "Jadilah!"Maka jadilah ia(Q.S 36:78-82).

Q.S Al-A’raf ayat 4 – 9: “Betapa banyaknya negeri yang telah Kami binasakan, maka datanglah siksaan Kami (menimpa penduduk)nya di waktu mereka berada di malam hari, atau di waktu mereka beristirahat di tengah hari. Maka tidak ada keluhan mereka di waktu datang kepada mereka siksaan Kami, kecuali mengatakan: “Sesungguhnya kami adalah orang-orang yang dzalim”. Maka sesungguhnya Kami akan menanyai umat-umat yang telah diutus rasul-rasul kepada mereka dan sesungguhnya Kami akan menanyai (pula) rasul-rasul (Kami), maka sesungguhnya akan Kami kabarkan kepada mereka (apa-apa yang telah mereka perbuat), sedang (Kami) mengetahui (keadaan mereka), dan Kami sekali-kali tidak jauh (dari mereka). Timbangan pada hari itu ialah kebenaran (keadilan), maka barang siapa berat timbangan kebaikannya, maka mereka itulah orang-orang yang beruntung. Dan siapa yang ringan timbangan kebaikannya, maka itulah orang-orang yang merugikan dirinya sendiri, disebabkan mereka selalu mengingkari ayat-ayat Kami.” Kemudian, “Negeri-negeri (yang telah Kami binasakan) itu, Kami ceritakan sebagian dari berita-beritanya kepadamu. Dan sungguh telah datang kepada mereka rasul-rasul mereka dengan membawa bukti-bukti yang nyata, maka mereka (juga) tidak beriman kepada apa yang dahulunya mereka telah mendustakannya. Demikianlah Allah mengunci mati hati orang-orang kafir” (Q.S Al-A’raf: 101).
Contoh lain misalnya kehancuran dinasti Fir’aun, sebuah dinasti yang sangat berkuasa dan berlaku sombong melebihi kekuasaannya sebagai manusia dihancurkan oleh Allah seperti dikisahkan dalam Al-Qur’an. “Dan (ingatlah), ketika Kami belah laut untukmu, lalu Kami selamatkan kamu dan Kami tenggelamkan (Fir’aun) dan pengikut-pengikutnya sedang kamu sendiri menyaksikan” (Q.S Al-Baqarah: 50). “(Keadaan mereka) adalah sebagai keadaan kaum Fir’aun dan orang-orang yang sebelumnya; mereka mendustakan ayat-ayat Kami; karena itu Allah menyiksa mereka disebabkan dosa-dosa mereka. Dan Allah sangat keras siksa-Nya” (Q.S Ali-Imran: 11).
Atau Allah menjelaskan dalam Al-Qur’an bahwa hancurnya lingkungan hidup itu adalah akibat ulah tangan-tangan manusia. “Dzaharal fasâdu fil barri wal bahri bimâ kasabat aydinnâsi, liyudzîqahum ba’dzalladzî ‘âmilu, la’allahum yarji’ûn” (Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar). (Q.S Ar-Rum: 41). Ini adalah fungsi-fungsi abyan (penjelasan dan peringatan) dari Al-Qur’an kepada manusia untuk mengimani kebenaran yang datang dari Allah SWT, Tuhan semesta alam.
kalangan ilmuwan fisika, merupakan burhan dari Al-Qur’an surat An-Anbiya ayat 30: “Awalam yaralladzîna kafarû annasamâwâti wal ardha kânatâ ratqan, fafataqnâ huma, waja’alnâ minal mâ-i kulla sya’in hayyi, afalâ yu’minûn?” (Dan apakah orang-orang kafir tidak mengetahui bahwasannya langit dan bumi itu keduanya dahulu adalah bersatu, kemudian Kami pisahkan antara keduanya, dan dari air Kami jadikan segala sesuatu yang hidup. Mengapakah mereka tiada juga beriman?). Eksperimen Maurice Bucaille dengan bangga menemukan dua buah laut ajaib yang tidak menyatu yang satu rasanya tawar dan yang satu lagi asin. Adanya laut itu sudah dinyatakan dal Sesungguhnya Al-Quran ini memberi petunjuk menuju jalan yang
sebaik-baiknya (Q.S, 17:9).
am Q.S Al-Furqan ayat 53: “Wa huwalladzi marajal bahraini hâdza ‘adzbun furâtun wa hadza milhun ajâjun, wa ja’ala baina huma barzâkhan wa hijran mahjûra” (Dan Dialah yang membiarkan dua laut yang mengalir, yang satu tawar lagi segar dan yang satu asin lagi pahit. Dan Dia jadikan diantara keduanya dinding dan batas pemisah yang menghalangi). Masih banyak ayat-ayat Al-Qur’an yang menunjukkan bukti-bukti kebenaran yang diragukan manusia atau bukti-bukti kebenaran yang ditemukan kemudian oleh manusia melalui teknologi modernnya. Semua itu menunjukkan fungsi burhan Al-Qur’an.


surah Al-Baqarah ayat
216-221, yang mengatur hukum perang dalam asyhur al-hurum berurutan dengan
hukum minuman keras, perjudian, persoalan anak yatim, dan perkawinan dengan
orang-orang musyrik.
Yang demikian itu dimaksudkan agar memberikan kesan bahwa ajaran-ajaran
Al-Quran dan hukum-hukum yang tercakup didalamnya merupakan satu kesatuan
yang harus ditaati oleh penganut-penganutnya secara keseluruhan tanpa ada
pemisahan antara satu dengan yang lainnya. Dalam menerangkan masalah-masalah
filsafat dan metafisika, Al-Quran tidak menggunakan istilah filsafat dan
logika. Juga dalam bidang politik, ekonomi, sosial dan kebudayaan. Yang
demikian ini membuktikan bahwa Al-Quran tidak dapat dipersamakan dengan
kitab-kitab yang dikenal manusia.
Katakanlah (Muhammad): "Wahai ahli kitab (golongan
Yahudi dan Nasrani), marilah kita menuju ke satu kata sepakat diantara kita
yaitu kita tidak menyembah kecuali Allah; tidak mempersekutukan-Nya dengan
sesuatu apa pun, tidak pula mengangkat sebagian dari kita tuhan yang bukan
Allah." Maka bila mereka berpaling katakanlah: "Saksikanlah bahwa kami
adalah orang-orang Muslim" (Q.S 3:64).
Dakwah menurut Al-Quran
الصّالِحِينَ
”Dan diantara mereka ada yang telah berikrar kepada Allah; sesungguhnya Allah memberikan sebagian karunia-Nya kepada kami, pastilah kami akan bershadaqah dan pastilah kami termasuk orang-orang yang shalih” (Q.S. At-Taubah




Sesungguhnya Al-Quran ini memberi petunjuk menuju jalan yang
sebaik-baiknya (Q.S, 17:9).
Perhatikan firman-Nya: Wahai orang yang berselimut, bangunlah dan
sampaikanlah. Dan Tuhanmu agungkanlah. Bersihkanlah pakaianmu. Tinggalkanlah
kotoran (syirik). Janganlah memberikan sesuatu dengan mengharap menerima
lebih banyak darinya, dan sabarlah engkau melaksanakan perintah-perintah
Tuhanmu (Q.S 74:1-7).
QS al Qiyamah (75) ayat 17, 18., Tanzil(Q.S Al Haaqoh(68):43), Q.S Al- Anbiya(21):50)., .S al Hijr (15) :9,
Q.S Al Mudatsir (74)::1-7)., Perhatikan firman-Nya: Wahai orang yang berselimut, bangunlah dan
sampaikanlah. Dan Tuhanmu agungkanlah. Bersihkanlah pakaianmu. Tinggalkanlah
kotoran (syirik). Janganlah memberikan sesuatu dengan mengharap menerima
lebih banyak darinya, dan sabarlah engkau melaksanakan perintah-perintah
Tuhanmu (Q.S 74:1-7).

(Q.S Al- Muzammil( 73):1-4)., Dalam wahyu ketiga terdapat pula bimbingan untuknya: Wahai orang yang
berselimut, bangkitlah, shalatlah di malam hari kecuali sedikit darinya,
yaitu separuh malam, kuranq sedikit dari itu atau lebih, dan bacalah
Al-Quran dengan tartil
Perintah ini disebabkan karena Sesungguhnya kami akan menurunkan kepadamu
wahyu yang sangat berat (Q.S 73:5).
(Q.S Al-Syuara(’26):214-216 Berilah peringatan kepada keluargamu
yang terdekat. Rendahkanlah dirimu, janganlah bersifat sombong kepada
orang-orang yang beriman yang mengikutimu. Apabila mereka (keluargamu)
enggan mengikutimu, katakanlah: aku berlepas dari apa yang kalian
kerjakan(Q.S 26:214-216).
Q.S Al Nahl (16:125.
Q.S Al-taubah (9):13-14, Q.S Al-maidah (5):90-91). Q.S Al-nuur(24):27. .S Al Ma’idah (3):139-140,Q.S Al-A’raf (7) ayat 4 – 9: dan juga dalam Q.S Ali-Imran: 11
surat Al-Anbiya(21)ayat 30: “Awalam yaralladzîna kafarû annasamâwâti wal ardha kânatâ ratqan, fafataqnâ huma, waja’alnâ minal mâ-i kulla sya’in hayyi, afalâ yu’minûn?” (Dan apakah orang-orang kafir tidak mengetahui bahwasannya langit dan bumi itu keduanya dahulu adalah bersatu, kemudian Kami pisahkan antara keduanya, dan dari air Kami jadikan segala sesuatu yang hidup. Mengapakah mereka tiada juga beriman?). Eksperimen Maurice Bucaille dengan bangga menemukan dua buah laut ajaib yang tidak menyatu yang satu rasanya tawar dan yang satu lagi asin. Adanya laut itu sudah dinyatakan dalam Q.S Al-Furqan(25) ayat 53: “Wa huwalladzi marajal bahraini hâdza ‘adzbun furâtun wa hadza milhun ajâjun, wa ja’ala baina huma barzâkhan wa hijran mahjûra” (Dan Dialah yang membiarkan dua laut yang mengalir, yang satu tawar lagi segar dan yang satu asin lagi pahit. Dan Dia jadikan diantara keduanya dinding dan batas pemisah yang menghalangi)
Qur’an (Al-Ra’du((13): 28) kepada kita, karena Al-Qur’an sendiri mengatakan: “Alâ bi dzikrillâhi tatma’innul qulûb” (Sesungguhnya banyak mengingat Allah itu membuat hati menjadi tentram). Atau misalnya, kita selalu berusaha hidup kita benar, banyak beramal, banyak beribadah, banyak infaq dan shadaqah. Intinya, kita berusaha mengamalkan ajaran agama semaksimal mungkin atau menjadikan agama sebagai pedoman kehidupan, lalu hidup kita makmur, rizki melimpah, ekonomi kita mapan. Nah, akibat yang kita rasakan ini adalah pengakuan Al-Qur’an (Q.S al-Thalaq.(65) : 2-3)
surat al-Taubah (9)ayat 75